Rancangan Peraturan Daerah tentang pengawasan dan pengendalian kelebihan
muatan angkutan barang di Kalimantan Barat diharapkan membawa angin segar dalam
menangani masalah klasik kerusakan jalan. Pembatasan ini dibuat karena
kelebihan muatan memberi kontribusi besar dalam hal kerusakan jalan di daerah
ini. Termasuk didalamnya mengoptimalkan kembali fungsi JT (Jembatan Timbang).
Dua buah truck dengan muatan kelapa sawit mulai memasuki
area jembatan timbang UPLLA (Unit Pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan) Wilayah I
Provinsi Kalbar. Masing-masing truck mulai memacu lambat kendaraan mereka,
truck paling depan dengan plat nomor 8889 maju lebih dulu menuju mesin timbang
tersebut. Aba-aba petugas menghentikan kendaraan dengan muatan besar tersebut.
Selang hitungan detik, keluar angka yang menunjukkan beban muatan yang diangkut
truck tadi. ”11600,” teriak petugas tadi kepada temannya yang siap mencatat.
Seperti itulah
gambaran singkat aktivitas di komplek jembatan timbang tersebut. Siang
menjelang sore kali itu, tidak ada yang berbeda dengan area jembatan timbang
tiap harinya. Beroperasi selama 24 jam, tak ayal jika jembatan timbang memegang
pengaruh krusial dalam menjaga kualitas jalan.
’Kendaraan yang bermuatan wajib masuk’
demikian lah bak slogan untuk mewakili keberadaan JT, seolah memberi instruksi
pada semua kendaraan dengan muatan wajib menimbang beratnya di tempat itu.
Bagaimana bisa
kendaraan bermuatan besar dianggap sebagai pemacu kerusakan jalan. Ternyata sangat
mudah menjawabnya. Peningkatan arus lalu lintas yang terjadi lewat sarana jalan
raya sebagai penghubung maka akan ikut bertambah pula beban lalu lintas yang
dipikul oleh jalan tersebut akibat dari pengaruh beban kendaraan yang kemudian
beban tersebut diteruskan kepada ban yang kemudian ke lapisan permukaan jalan.
Apalagi dengan
kondisi beban yang tak terkontrol atau tanpa batas (Unlimited) pada kendaraan
tentunya akan mempengaruhi keawetan aspal (durabilitas) sebagai pengikat
agregat penyusun jalan. Dengan kondisi demikian tentunya akan memperpendek umur
jalan.
Belum Optimal
Dibawah
pengelolaan UPLLA, JT (Weighbridge) Pontianak yang terletak di Jalan
Khatulistiwa ternyata telah berusia tidak muda lagi. Bayangkan saja
keberadaannya sudah sejak tahun 1960 an. Akan tetapi, jika dapat diibaratkan
lagu dangdut yang pernah Hits dulu yaitu lagu ’jatuh bangun’ mungkin seperti
itu juga perjalanan JT milik Pontianak ini. Beberapa kali mengalami buka dan
tutup, bahkan terakhir kalinya dibuka kembali setelah mengalami perbaikan awal
februari tahun ini.
Sadar akan
fungsi dan usianya, tetap saja JT mesti menuai kenyataan dianggap optimal.
Sebut saja pernyataan dari Prof. Ir. Abdul Hamid, yang mengatakan jika saja
jembatan timbang berfungsi sesuai dengan pengawasan maka tidak akan terjadi
kerusakan jalan. ”Sekarang ini fungsinya hanya sekedarnya saja,” jawab dosen
Teknik Untan ini.
Tak dapat
ditampik lagi, publik setiap harinya disuguhkan berita mengenai kerusakan jalan
oleh media. Pernyataan Menteri Pekerjaan Umum tentang kenyataan yang menunjukan
kerusakan jalan dan jembatan semakin bertambah parah di tanah air tanpa
terkecuali Kalbar. Kerusakan tak hanya karena
usia ekonomis jalan yang sudah habis, tetapi juga dipicu adanya bencana serta
kelebihan berat muatan kendaraan.
Berangkat dari
kenyataan inilah, Pemda mulai kembali ingin menghidupkan JT. Samapai saat ini
keberadaan JT baru di tiga titik, masing-masing di Pontianak, Singkawang dan
Sosok. Ternyata faktor kemampuan daerah masing-masing lah yang ikut menentukan
pengadaan sebuah JT. Bayangkan saja satu alat JT produksi Eropa tersebut
harganya bisa mencapai angka 800 juta. Itu belum termasuk biaya perawatannya.
Dan sekarang masih dalam tahun ini juga empat daerah yakni Ketapang, Melawi,
Sintang dan Siduk juga telah berpikir akan arti penting JT dan berupaya juga
mengadakannya.
Lalu kenapa
tetap saja dikatakan kurang optimal. Mungkinkah ada indikasi pengelola
ini sering kecolongan dengan pengemudi bandel. Menjawab pertanyaan ini, Kepala
UPLLA Wilayah I Propinsi Kalbar, Drs. Edward William mengatakan ketimpangan
seperti ini sering terjadi. Pengendara dengan muatan kelebihan porsi tak jarang
ditemukan di sini. ”Kita punya catatan di depan tentang yang melanggar aturan,
lebih dari 24%, maka kita razia,” ungkapnya.
Dari
keterangannya diperoleh informasi kendaraan muatan sawit memiliki rating atas
dalam hal kelebihan muatan. ”Kalau razia perusahan sawit nomor satu. Kita sudah
ingatkan agar berat mereka dipertahankan antara 10-11 ton saja,” ceritanya.
Lalu seperti
apa standar yang ditetapkan JT terhadap muatan kendaraan. Kembali Edward
menjelaskan bahwasanya jalan Kalbar hanya berkapasitas delapan ton beda dengan
jalan di Jawa sana yang bisa dilalui dengan muatan antara 12-15 ton. Dengan
kemampuan jalan yang hanya delapan ton tadi tetap saja kendaraan yang melindas
lebih dari itu.
Kendati
demikian dengan kapasitas segitu tetap mesti dilihat juga kendaraan yang
mengangkut. Dapat dikategorikan
kelebihan porsi muatan yaitu jika jumlah berat muatan mobil barang yang
diangkut melebihi daya angkut yang ditetapkan dalam buku uji.
Cerita tentang
kelebihan muatan ini tidak jarang mendatangkan keributan dengan pengemudi.
Maklumlah, para supir pun tak mau rugi hanya gara-gara diminta mengurangi
muatan.
Muhidin, salah
satu supir yang sering memakai jasa JT juga berpengalaman dalam hal membawa
muatan dengan beban sedikit berlebihan. tapi ketika tiba di komplek JT untuk
menimbang beban muatan dan diketahui bahwa ia membawa barang dengan muatan yang
melebihi aturan di JT. ”Petugas cuman negur, biasa juga diberi uang,”
tandasnya.
Walaupun
pengelola JT tidak lepas menghadapi masalah seperti ini, kembali Edward
mengakui hubungan baik pun tercipta antara petugas dengan para supir. Para
supir tak jarang memberi petugas uang ataupun barang berupa makanan.
JT sebagai
pengawas terhadap beberapa jenis kendaraan dengan muatan tertentu yang akan
memasuki suatu kota dinilai penting. Dikarenakan kontribusi besar yang
diberikan kendaraan dengan muatan tak terkendali adalah menghadirkan penyakit
kronik, kerusakan jalan. Sehingga diharapkan dengan pengefektifan JT kerusakan
jalan dapat diperkecil yang tentunya akan mengurangi saku daerah juga negara
untuk perbaikan jalan. (Nina, Rianto)
0 komentar:
Posting Komentar