Thank's For

Tampilkan postingan dengan label Resensi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Resensi. Tampilkan semua postingan

MENGGUGAT PENDIDIKAN INDONESIA


Judul Buku    :   Menggugat Pendidikan Indonesia
Penulis            :   Moh. Yamin
Cetakan          :   Januari, 2009
Penerbit          :   Ar-Ruz Media
Tebal              :   300 Halaman
Presensi          :   Ermawati Puspitasari

Buku ini secara tajam dan lugas mengkritik pendidikan Indonesia yang secara garis besar mengorbankan hak-hak warga negara. Pendidikan seolah-olah hanya sebagai alat kepentingan bagi para penguasa. Pendidikan yang seharusnya berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan yang berkarakter, berwawasan dan berilmu sepertinya hanya sebuah permainan politik saja.
Menurut penulis buku ini, semua kesalahan berawal dari banyaknya kesalahan dalam

MELAWAN BANDIT INTELEKTUAL


Judul Buku    :  Melawan Bandit Intelektual
Penulis            :  Fanny Tanuwijaya, SH., MH
                           Drs. Abdul Wahid, SH., MA
                           Sunardi, SH., MH
Cetakan          :   Februari, 2006
Penerbit          :   EDSA Mahkota
Tebal              :   364 Halaman
Presensi          :   Ermawati Puspitasari

Buku ini menjelaskan secara rinci dan detail mengenai berbagai macam kejahatan yang ada di sekeliling kita, mulai dari kejahatan yang paling sederhana hingga yang paling kompleks.
Focus buku ini mengupas habis kejahatan yang ternyata dilakukan oleh orang-orang yang berintelektual. Jenis crime yang ditampilkan pun bukan sebatas criminal crime yang sering kali terjadi, melainkan kejahatan terselundup, tersembunyi, kasat mata yang pelaksanaannya halus dan lembut yang ternyata dilakukan oleh orang-orang yang tahu etika dan moral.
Bila ditelaah lebih dalam lagi, kita seolah tak percaya apa yang telah tejadi pada saat ini, mengingat globalisasi telah membuat orang rela untuk melakukan tindakan di luar etika demi nafkah keluarga. Semua kebenaran serasa berwarna abu-abu yang tak jelas di mana sebenarnya hukum itu berada. Apakah hukum itu benar-benar ada? Atau hanya sebuah formalitas saja. Kalau memang hukum itu benar-benar ada, di mana keadilan ditemukan?
Seperti kutipan Einstein yang terdapat dalam buku ini “Kejahatan itu ada bukan karena penjahatnya, tetapi karena kita membiarkan kejahatan itu merajalela.” Apakah karena zaman telah berubah?, teknologi berkembang hingga permasalahan yang hadir pun semakin kompleks?. Fenomena apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa hal ini sampai terjadi? Di mana kebenaran akan ditemukan?
Garis besar buku ini menyingkap tabir misteri yang kini perlahan-lahan mulai terkuak, yakni kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang berdasi, orang-orang di kursi besar, orang-orang berbaju rapi, berkata sopan, hormat dan santun.
Kini pertanyaannya di mana etiket dan moral kita sebagai negara yang terkenal dengan keramahannya yang ternyata itu hanyalah sebuah topeng yang menutup kebusukan seorang bandit intelektual yang telah merampas hak-hak rakyat, memporak-porandakan kehidupan masyarakat, tidak peduli pada rakyat miskin, dan yang lebih sadis ia mengatasnamakan rakyat untuk memperlancar tindak kejahatannya. Korupsi, kolusi, nepotisme ada di mana-mana.
Tapi itu bukan suatu kebohongan. Itu adalah sebuah fakta yang sudah melalui survey dan penelitian. Mulai dari kejahatan yang terjadi di dunia pendidikan. Adanya kebocoran anggaran, debirokratisasi pendidikan, padamnya idealisme, ditambah lagi dewan sekolah yang menaikkan tarif biaya untuk para siswanya demi kepentingan dirinya sendiri, homo homini lupus sebuah sistem yang telah menjamur dan mumbudaya dalam masyarakat menjadikan pendidikan sebagai bentuk dari sebuah penindasan.
Manusia diposisikan tidak ubahnya sebagai objek yang bisa di korbankan atau ditumbalkan oleh sesamanya yang punya keunggulan kekuatan, uang dan kekuasaaan.
Ada seorang pengusaha kenamaan yang dengan tenangnya melepas timah panas dari pistolnya untuk merampas hak hidup orang lain. Seorang aparat menembak teman seprofesinya hanya karena urusan sepele. Beberapa oknum polisi bentrok dengan satpol PP karena rebutan proyek “PSK” yang mengakibatkan ada di antaranya yang terluka parah adalah beberapa sampel yang menunjukkan bahwa kebiadaban masih di menangkan sebagai pilihan istimewa dalam hidup masyarakat.
Buku ini mengajak kita berfikir bagaimana kejahatan itu sesungguhnya tetapi juga membawa kita untuk selalu melawannya dengan otak dan hati yang bersih, semangat juang tanpa pernah takut salah, karena pada dasarnya kebenaran itu tidak pernah salah. 
Seperti apa yang telah dikatakan “Fiat Justitia Ruat Coelum” Meskipun langit akan runtuh, hukum harus ditegakkan. Melawan bandit intelektual adalah suatu buku yang dengan pemikiran deskriptif, memberikan kita gambaran bagaimana kejahatan itu sesungguhnya. Lain daripada itu, buku ini pun membukakan mata hati kita untuk selalu menjunjung tinggi nilai pancasila yang menjadi dasar negara kita. Beberapa prinsip moral  di coba untuk memperjelas suatu prinsip hidup yang bermartabat. Sebuah pemikiran yang konvensional dan logis mencoba mengungkapkan dengan adanya prinsip ”Pemartabatan dan pemanusiaan manusia” maka akan tercabutlah prinsip ”Homonisasi” dan membumilah prinsip ”Humanisasi”.
Cita-cita itulah yang sebenarnya menjadi pancaran cahaya teologi kemanusiaan, status Model keimanan terapan, kesalehan aplikatif yang tidak terhalang oleh sekat-sekat kepentingan ideologi, politik, suku, ras atau dimensi primordialisme dan bahkan keberagaman itu sendiri.
Buku ini merupakan resapan hati dan reaktualisasi perasaan dirinya yang menganggap “Hukum” kita masih menjadi alat yang sarat dengan kepentingan penguasa. Buku ini pun dapat dijadikan alat untuk menyadarkan para bandit intelektual bahwa ada asas hukum “Hodi Mihi Cras Tibi” (Ketidakadilan yang menyentuh perasaan tetap tersimpan dalam hati nurani rakyat.)
Bandit intelektual bukanlah bandit yang dapat dipandang sebelah mata. Beragam akibat dari implementasi perbuatan mereka. Buku ini pun mengupas habis tentang bagaimana seorang aktivis yang dengan semangat juang penuh gairah, melalui penanya yang tajam, lebih tajam dari pada pedang, berani dengan lantangnya menegakkan keadilan pada penguasa-penguasa yang tidak berperi kemanusiaan.

Kewajiban Guru era Reformasi : Mengajar sisiwa sesuai realita dan berontak pada ketidakadilan


Judul buku      : Guru : Mendidik Itu Melawan!
Penulis             : Eko Prasetyo
Penerbit           : Resist Book
Tebal               : 207 Halaman
Peresensi         : Jumardi Budiman

Buku seri pendidikan kritis ini menyoroti nasib guru di Indonesia, terutama guru-guru honorer dan guru tidak tetap (GTT) yang bertugas di daerah pedalaman namun tidak mendapat perlakuan yang layak dari pemerintah. Sistem pendidikan, ma

Diskriminasi Itu Masih Ada_LPM Untan Resensi

Diskriminasi Itu Masih Ada

Judul buku                  : Jalan Berliku Menjadi Orang Indonesia
Tebal halaman isi         : 97 halaman
Penulis                         : Rebeca Harsono dan Basilius Triharyanto
Penerbit                       : Kepustakaan Popular Gramedia (KPG )

Demikianlah. Tjun Mei harus berjuang keras untuk mendapatkan aktak lahir bagi keempat anaknya. Hingga lebih daripada 30 tahun mereka tidak memiliki akta lahir, secarik surat pembuktian yang tak kalah pentingnya dengan SBKRI.
Akta lahir adalah surat yang dipakai Negara sebagai bukti sebagai warga Negara ( Indonesia ). Bagi orang tionghoa dari keluarga miskin, membuat akta lahir merupakan perjuangan penuh liku-liku, karena surat keterangan itu menjadi sumber diskriminasi dan persoalan bagi orang toinghoa yang stateless (tak punya kewarganegaraan). Dan untuk memperoleh akta lahir, sorang tionghoa harus memiliki SBKRI, yang bagi Tjun Mei butuh waktu puluhan tahun untuk memperolehnya.
Tjun Mei ingin keempat anaknya, yang sudah menikah, memiliki akta lahir. Ia selalu prihatin dan khawatir anak-anaknya tersiksa berlarut-larut karena tak memiliki surat-surat lengkap. Ketika berurusan soal pekerjaan dan pendidikan, misalnya, surat itu dapat menghentikan hak-hak yang mesti ia dapatkan.
Pada 2005,Tjum Mei, didampingi LADI, mendaftakan anak-anaknya untuk pembuatan akta lahir. Anak-anak Tjun Mei adalah kelompok keluarga cina benteng miskin yang membuat akta lahir melalui jalur prodeo atau tidak dipungut biaya.
Bagi Tjun Mei, juga ibu-ibu cina benteng lainnya, jalur prodeo tidaklah mudah. Priatna-anak pertama, sudah menikah, dan memiliki anak-bagi keluarga Tjun Mei, adalah saksi pahit proses mengurus akta lahir melalui jalur prodeo. Priatna adalah korban tindakan sewenang-wenang pihak pengadilan.

Politik Cacatkan Esensi Pendidikan Indonesia


Judul Buku    :   Menggugat Pendidikan Indonesia
Penulis            :   Moh. Yamin
Cetakan          :   Januari, 2009
Penerbit          :   Ar-Ruz Media
Tebal              :   300 Halaman
Presensi          :   Ermawati Puspitasari

        Buku ini secara tajam dan lugas mengkritik pendidikan Indonesia yang secara garis besar mengorbankan hak-hak warga negara. Pendidikan seolah-olah hanya sebagai alat kepentingan bagi para penguasa. Pendidikan yang seharusnya berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan yang berkarakter, berwawasan dan berilmu sepertinya hanya sebuah permainan politik saja.

MELAWAN DENGAN KEMANUSIAAN

MELAWAN DENGAN KEMANUSIAAN

Judul Buku    :  Melawan Bandit Intelektual
Penulis            :  Fanny Tanuwijaya, SH., MH
                           Drs. Abdul Wahid, SH., MA
                           Sunardi, SH., MH
Cetakan          :   Februari, 2006
Penerbit          :   EDSA Mahkota
Tebal              :   364 Halaman
Presensi          :   Ermawati Puspitasari

Buku ini menjelaskan secara rinci dan detail mengenai berbagai macam kejahatan yang ada di sekeliling kita, mulai dari kejahatan yang paling sederhana hingga yang paling kompleks.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Lady Gaga, Salman Khan