Judul Buku : Menggugat Pendidikan Indonesia
Penulis : Moh. Yamin
Cetakan : Januari, 2009
Penerbit : Ar-Ruz Media
Tebal : 300 Halaman
Presensi : Ermawati Puspitasari
Buku ini secara tajam dan lugas mengkritik pendidikan Indonesia
yang secara garis besar mengorbankan hak-hak warga negara. Pendidikan
seolah-olah hanya sebagai alat kepentingan bagi para penguasa.
Pendidikan yang seharusnya berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan yang
berkarakter, berwawasan dan berilmu sepertinya hanya sebuah permainan
politik saja.
Menurut
penulis buku ini, semua kesalahan berawal dari banyaknya kesalahan
dalam konsep pendidikan di negeri kita. Sistem pembelajaran yang dimulai
dari CBSA, KBK, hingga KTSP, belum mampu membuahkan prestasi yang
memuaskan. Semua hanyalah omong kosong yang cenderung hanya memberi
keuntungan bagi para pemilik kekuasaan. Ditambah lagi otonomi kampus,
yang diterapkan diseluruh PTN di negeri kita ini memberi ruwet kurikulum
yang harus dihadapi mahasiswa. Karena itu, tak heran apabila para
pengamat, pemikir hingga para peneliti pendidikan mengatakan bahwa
lembaga pendidikan saat ini sebenarnya mengabdi pada sebuah kepentingan
semata dan bukan sebagai sarana pembebasan bagi kaum tertindas sehingga
tak heran apabila Francis Wahono dengan beraninya mengatakan bahwa
sistem pendidikan di negeri ini lebih berpola pada pendidikan model Anjing.
Ironis memang!. Bahkan sangat menyedihkan mengingat bagaimana
penididikan di negeri kita ini. Semua serasa bertolak belakang dari apa
yang telah dicita-citakan oleh bangsa kita.
Bahkan Indonesia,
terkait kualitas pendidikannya berdasarkan hasil penelitian UNDP
(United Nation Development Program) berada pada tingkat 109. sementara Singapura, Malaysia, Filiphina dan Thailand
berada pada angka 24 dan 34. secara tegas, potret jebloknya pendidikan
di negeri ini mustahil mampu membangun karakter bangsa seperti apa yang
diharapkan, karena segala infrastruktur dan suprastrukturnya sudah
bobrok.
Selain
menggambarkan bagaimana realita keadaaan pendidikan bangsa kita
sekarang, Buku ini juga memperlihatkan bagaimana konsep pendidikan orde
lama, orde baru dan orde reformasi sebagai pencerminan konsep ideal bagi
pendidikan. Pada orde lama diterangkan bahwa konsep pendidikan
cenderung mengarah pada asas sosialis yang mendapatkan prinsip dasar
bahwa pendidikan merupakan hak semua kelompok masyarakat tanpa harus
memandang kelas sosial baik dari kalangan atas, menengah, maupun bawah. Sedangkan
konsep pendidikan ala orde baru cenderung sebagai alat kepentingan bagi
para penguasa. Pada masa ini kreatifitas masyarakat pendidikan serasa
dibungkam dan dipasung agar tidak bersuara lantang yang dapat
membahayakan kepentingan kekuasaan para penguasa. Ditambah lagi
pendidikan pada saat memasuki era reformasi belum dikatakan mampu untuk
bangkit dari keterpurukan. Pendidikan di masa ini dianggap hanyalah
sebuah produk kapitalis yang diharapkan dapat memberikan keuntungan
sebesar-besarnya (Komersialisme).
Buku
ini mengajak kita untuk berpikir bagaimana mungkin negara kita dapat
menciptakan manusia-manusia yang berkarakter, berkualitas,
berkepribadian memiliki wawasan luas sedangkan konsep yang dihadirkan
hanyalah sebuah konsep yang tak ada bedanya sebuah ujicoba permainan.
Penulis bisa mengatakan konsep pendidikan yang ada di negeri kita ini
sebagai sebuah permainan karena kebijakan-kebijakan dari pemerintah yang
kerap kali berubah dengan alasan globalisasi menuju perbaikan namun
adakah implementasi dari semua itu?
Dengan
membaca buku ini, penulis mengajak kita sebagai regenerasi untuk
melanjutkan perjuangan para pahlawan yang telah berjuang habis-habisan
hingga titik darah penghabisan demi kemerdekaan bangsa dengan mengajak
kita bersama-sama untuk menyelamatkan pendidikan kita dengan menata
ulang kembali konsep pendidikan yang dinilai tidak sesuai dengan yang
diharapkan. Dimulai dari penerapan-penerapan kebijakan yang responsif,
pelaksanaan yang dialogis sehingga pendidikan akan kembali pada peran
awalnya yakni sebagai alat pendidikan.
Alternatif
konsep pendidikan yang menarik dan ideal, terutama bagi para pembuat
kebijakan-Pemerintah-dapat meniru atau belajar dari Paulo Freire dan Ki
Hajar Dewantara yang menawarkan konsep pendidikan yang memperjuangkan
aspirasi masyarakat, tidak neko-neko tetapi pas dengan realita yang
dihadapi masyarakat Indonesia.
- Pendidikan Ala Paulo Freire
Program-program
pendidikan yang ditawarkan Paulo sangat progresif, seperti pendidikan
orang dewasa, restrukturisasi kurikulum, partisipasi masyarakat dan
seperangkat kebijakan ambisius menuju demokratisasi. Satu hal yang cukup
menarik bila menelaah lebih jauh mengenai pendidikan ala Paulo Freire
ini, yakni pendidikan merupakan suatu tindakan politis yang selalu
melibatkan hubungan sosial dan pilihan-pilihan politik. Pendidikan
memiliki kaitan yang erat dengan hubungan sosial yang artinya pendidikan
dapat memberikan pengaruh yang signifikan bagi perubahan sosial yang
ada.
Oleh
karenanya, mencermati konsep pendidikan yang digagas Paulo Freire ini
cukup luar biasa untuk terus menerus menghidupkan konsep pendidikan
dalam kehidupan bermasyarakat saat ini.
Paulo
Freire mengatakan bahwa pendidikan bertujuan untuk memanusiakan
manusia, membangkitkan kesadaran kritis, dan transformatif untuk
mengubah nasib kehidupan yang sedang terpuruk menuju kebangkitan dan
mengangkat masyarakat tertindas menuju ke kelas yang bermartabat,
berkemanusiaan dan memiliki hak sama dengan masyarakat lainnya baik
untuk dihormati, dihargai maupun beraktualisasi diri.
Paulo
meneriakkan sebuah gagasan pendidikan perlawanan terhadap segala bentuk
yang membunuh hajat hidup orang banyak tanpa memandang status sosial
tertentu, baik dari kalangan atas, menengah ataupun bawah.
Gagasan
Paulo Freire ini tidak hanya menggerakkan dorongan masyarakat agar bisa
membaca dan menulis kata. Lebih dari itu, Freire mengajak masyarakat
agar dapat membaca dunia. Dengan kata lain, membaca kata itu merupakan
jembatan menuju pembacaan dunia secara lengkap, komprehensif dan
holistik.
Menurut
Paulo Freire, harapan dan keinginannya dalam suatu konsep pendidikan
yang diperjuangkan adalah pendidikan yang mampu memberikan warna dan
arah baru perubahan struktur berfikir masyarakat dari masyarakat yang
berpikiran magis dan naif menuju masyarakat yang berpikiran kritis.
Karena tujuan awal pendidikan ala Paulo Freire ini adalah agar
masyarakat mampu menemukan identitas dirinya tanpa meniru ataupun
menjiplak orang lain.
- Pendidikan Ala Ki Hadjar Dewantara
Konsep
pendidikan yang ditawarkan Ki Hadjar Dewantara adalah sistem pendidikan
baru yang berdasarkan atas kebudayaan bangsa sendiri, mengutamakan
kepentingan masyarakat, bukan mengambil kebudayaan dan perilaku hidup
bangsa asing yang kemudian dimasukkan ke dalam sistem pendidikan
nasional.
Karena
menurut Ki Hadjar Dewantara, konsep pendidikan bangsa asing hanya
menekankan pada akal semata namun menegasikan akal budi yang dapat
mempertajam kepekaan sosial terhadap sesama anaka bangsa. Konsep ini
tidak sesuai dengan cermin bangsa kita. Negara kita tidak membutuhkan
konsep pendidikan yang membuat kita bergantung pada bangsa lain. Bila
konsep ini diberlakukan, maka dapat menghancurkan bangsa kita yang besar
ini.
Satu
hal yang cukup menarik terkait konsep pedidikan yang ditawarkan oleh Ki
Hadjar Dewantara, yakni bagaimana peran keluarga, sekolah dan
masyarakat mampu menjadi motor pembentukan karakter dan mentalitas anak.
Jelas
dapat diprediksi apa yang akan terjadi bila si anak hidup ditengah
keluarga brokenhome, sekolah yang amburadul serta masyarakat yang
diskriminatif, maka jiwa sang anak akan selalu labil, tidak berkembang,
menjadi pemberontak, tidak berwawasan serta tidak bermoral.
Maka
dari itu, Ki Hadjar Dewantara mengajarkan segala sesuatunya itu dari
dasar. Bila bermula dari sesuatu yang baik, maka akan berbuah baik juga.
Begitu juga dalam pendidikan, bila konsep yang ditawarkan sesuai dengan
cita-cita bangsa kita, maka akan membuahkan manusia-manusia yang cerdas
bukan hanya dari segi intelektualnya namun juga budi pekertinya.
0 komentar:
Posting Komentar