Thank's For

POTRET BURAM PENANGANAN KASUS ILLEGAL LOGGING DI KALIMANTAN BARAT



Oleh :Deman Huri Gustira

Pada jayanya sektor kehutanan Indonesia dijuluki mahkota hijau karena merupakan  salah satu sektor non migas andalan dalam hal pemasukan devisa negara. Sektor yang berfungsi ekonomis, ekologis dan sosial  bagi masyarakat ini, belakangan mengalami kerusakan hutan(deforestry) Indonesia yang tidak dapat terkendali lagi.
Data Planalogi Departemen Kehutanan melaporkan kerusakan hutan mencapai 107,79 juta hektar dengan laju kerusakan hutan mendekati 3,8 juta hektar pertahun. Sementara FAO kerusakan hutan Indonesia 1.871 juta hektar pertahun. Dan menurut WWF laju kerusakan hutan sekarang sudah mencapai 1.8 juta hektar per tahun.
            Adapun penyebab utama dari kerusakan hutan disebabkan karena masyarakat melihat hutan selalu dari  draiven economic (dorongan ekonomi), yang menyebabkan : Konversi Lahan Berlebihan, Illegal logging, Kebakaran dan Benturan Kepentingan. Oleh karena itu, ketika hutan mengalami kerusakan yang sangat besar berpotensi menimbulkan Bencana alam, Bencana ekologis dan Bencana kemanusiaan.
            Gambaran Umum Hutan dan Kehutanan Kalimantan Barat
            Statistik resmi mengindikasikan 62,5%  wilayah Kalimantan Barat masih berhutan dimana seluas 3,59 juta hektar atau 26.9% merupakan kawasan lindung dengan status. Sekitar 9.1 juta hektar kawasan lindung dengan berbagai status. Sekitar 9,1 juta  hektar kawasan berhutan atau 56.9% dialokasikan untuk hutan produksi dan konversi.
Kerusakan Hutan Kalbar
            Sesuai dengan teori ekonomi mengeluarkan modal sekecil-sekecilnya dan mengambil untung sebesar-besarnya. Begitu juga dalam pengelolaan  di sektor kehutanan. Para  pengekplotasi hutan enggan mengembalikan hutan ke bentuk semula, karena akan mengeluarkan modal yang besar3.

Di tahun 2003, sekitar 34.4% daratan Kalimantan Barat di golongkan telah terdegradasi, 32.4% dari total kawasan  berhutan dianggap terdegradasi. Dalam kurun 2000-2002, total degradasi lahan meningkat pesat hingga 12.2% dari total daratan.
            Laju deforestasi di Kalimantan  Barat secara umum pada  kurun waktu 1985 -1997 adalah 2,1 % dari luas daratan  setiap tahunya. Dalamnya kurun waktu 1985-2001, sekitar 2,9 juta ha luas kawasan lindung dataran rendah hilang di kalimantan.
Illegal logging   kini dianggap faktor dominan yang menyebabkan kerusakan hutan. Tidak dipungkiri bahwa praktek Ilegall logging menjadi rente ekonomi(economic rent) bagi pemilik modal, tetapi jelas merupakan  kegiatan ekonomi haram yang sangat eksplotatif, dan tidak membangun pertumbuhan yang berkeadilan apalagi berkelanjutan dalam pengelolaan SDH(sumber daya hutan). Nalar inilah yang selama ini menjadi landasan segala regulasi dan operasi lapangan dalam memerangi illog. Harapanya , melalui pemeberantasan Illegall logging. Penggelolaan sumber daya hutan akan menghasilkan pertumbuhan berkeadilan dan berkelanjutan.6
Akibat kapasitas industri kayu terlalu besar, menyebabkan terjadinya pencurian kayu illegal secara besar-besaran untuk memasok bahan baku terhadap perusahaan. Selain itu kepemilikan izin produksi kayu olahan dan hasil industri kayu lainya yang besar memicu penyalahgunaan penerbitan SKSHH yang sah untuk menutupi penebangan, transportasi, dan pemerosesan kayu hasil curian. Jumlah SKSHH yang seharusnya di terbitkan  bisa jauh melampaui jumlah SKSHH yang seharusnya diterbitkan berdasarkan konsep pengelolaan hutan lestari.
            Ada pula sumber kayu dari pembelian bebas yang patut dicurigai berasal dari kayu hasil penebangan liar oleh pemegang konsesi HPH dan pemegang IPK. Setiap pemilik IPHK memiliki orang kepercayaan untuk mengurus dokumen SKSHH. Jika kayu yang diperoleh masih dalam batas izin IPHHK, mencari dokumen Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan(SKSHH) untuk mengangkut kayu bulat maupun kayu olahan bukanlah sesuatu yang sulit. Seperti yang terjadi pada kasus SBAL .
Izin perkebunan di salah gunakan hanya untuk melakakukan penebangan daerah yang masih kaya hutan, setelah kekayaan hutannya habis dieksplotasi secara illegal maka mereka meninggalkan areal tersebut tanpa di tanami dengan perkebunan sawit, dan kasus ini sepertinya lagi trend terjadi pada saat ini.



Modus Operandi illlegal logging
Adapun jenis-jenis pelanggaran hukum (modus operandi) di sektor hutan yang ditemukan selama pemberantasan illegal logging  antara lain.
1.   Di hilir
a.   Pemalsuan dokumen asal usul kayu.
b.   Manipulasi / penyimpangan penggunaan dokumen kayu seperti dokumen Terbang, penggunaan dokumen berulang, dokumen lelang fiktif, tujuan Angkutan fiktif, Pengangkutan tanpa dokumen , Pencucian uang hasil dari praktek illegal logging, dan fisik kayu tidak sesuai dengan yang tertera dalam DHH baik jenis, jumlah dan volume.
c.    Adanya korupsi antara oknum pejabat dan pelaku illegal logging dalam upaya manipulasi data dengan fisik kayu.
2.   Di Hulu:
a.   Izin IPK/UPHHK tidak sah(Diterbitkan oleh pejabat yang tidak berwenang).
b.   Izin pemasukan dan penggunaan Peralatan, Izin Perpanjangan Penggunaan Peralatan dan izin  pemindahan Peralatan tidak sah dan ataupun tidak ada.
c.    Pemilik IPK/IUPHH tidak mempunyai kayu yang cukup sesuai dengan RKL /RKT sehingga melakukan penebangan diluar arealnya serta potensi kayu yang tidak cukup sesuai dengan  target  yang diizinkan.
d.   Membeli dan menampung kayu secara illegal.
e.   Terjadi perbuatan Korupsi antara oknum pejabat dengan pelaku illegal logging dalam pemberiaan izin pemamfaatan hasil hutan kayu.8
            Walaupun Presiden Republik Indonesia, telah mengeluarkan Instruksi presiden Nomor 4 tahun 2005  tentang pemeberantasan Penebangan Kayu secara illegal di Kawasan Hutan dan Peredaranya di seluruh wilayah Republik Indonesia.
             Adanya Inpres no 4 tahun 2005 di respon secara positif  oleh berbagai intansi terkait dalam pemberantasan illegal logging. Karena sebagai konsekuensi dari inpres tersebut adalah:
1.   Melakukan percepatan pemberantasan penebangan kayu secara illegal di kawasan hutan dan peredaranya di seluruh wilayah Republik Indonesia.
2.   Menindak tegas dan memberikan sanksi terhadap oknum petugas di lingkungan yang terlibat dengan kegiatan penebangan kayu secara illegal di dalam kawasan hutan dan peredaranya.
3.   Melakukan kerja sama  dan saling koordinasi untuk melaksanakan pemberantasan  penebangan kayu secara illegal di kawasan hutan dan peredaranya di seluruh wilayah Republik Indonesia.
4.   Memamfaatkan informasi dari masyarakat yang berkaitan dengan adanya kegiatan kayu secara illegal dan peredaranya.
5.   Melakukan penanganan segera mungkin barang bukti hasil operasi pemberantasan  penebangan kayu secara illegal di kawasan hutan dan peredaranya di seluruh wilayah Republik Indonesia .9
      Tapi dalam melaksanakan Inpres tersebut,  Intansi terkait belum bisa  menjalankanya dengan baik. Faktanya, walauupun sudah beberapa tahun  inpres itu dikeluarkan tetapi kasus  illegal logging masih marak di beberapa daerah.

      Ada beberapa faktor yang menyebabkan mengapa realisasikan kurang baik:
1.   Kurang singkronisassi berbagai peraturan perundang-undangan yang ada maupun peraturan pelaksanaan lainya di bidang kehutanan baik di pusat ataupun didaerah.
2.   Kurangnya koordinasi antara aparat penegak hokum (criminal  justice system).
3.   Belum adanya persamaan persepsi dari Aparat Penegak Hukum terhadap ketentuan Kehutanan yang berlaku dalam perkara Tindak Pidana Kehuatan yang sedang di tangani.
4.   Belum terciptanya penanganan perkara Tindak Pidana Kehutanan “Satu Atap” guna percepatan penyelesaian.
 
Kemanakah Kerja Pokja  Illog Kalbar
            Dalam menghadapi kerusakan hutan yang diakibatkan oleh illegal llogging sudah banyak operasi  yang dilakukan oleh pihak terkait. Namun operasi tersebut seolah belum mampu membuat jera para pelaku illog. Sampai di bentuk pokja pemberantasan illog tinggkat provinsi kalbar. Namun pokja tersebut sampai sekarang belum mampu menyelesaikan permasalahan kehutanan di kalbar yang di akibatkan oleh illegal logging. Bahkan pokja tersebut solah tidak kedengaran kinerjanya.
            Di Kalimantan Barat  Pokja tersebut sudah dibentuk dengan keputusan Gubernur Kalimantan Barat Nomor : 417 Tahun 2004 yang anggotanya langsung diketuai oleh Gubenur Kalimantan Barat  dan diisi oleh dinas-dinas terkait. Namun pada kenyataanya tim tersebut sampai sekarang belum mempunyai program yang jelas.
            Tim yang dibentuk pun  belum kelihatan eksitensinya dalam melaksanakan tugas-tugasnya sesuai dengan Surat Keputusan Gubenur Kalimantan Barat, karena kurangnya koordinasi antara dinas  terkait yang ditunjuk dalam tim tersebut dan adanya benturan tugas kerja antara dinas satu dengan yang lainya.

Komitmen Pimpinan Daerah
Kalau dilihat dari segi komitmen di tingkat Provinsi pimpinanya Gubernur yang bertanggung jawab   dalam tim ini. Kalau tidak berjalan bearti Gubernurnya tidak mempunyai komitmen dalam pemberantasan kasus illegal logging. Tim pemberantasan Illegal logging dibentuk oleh pemerintahan Provinsi Kalbar tidak berjalan, Ini mengindikasikan bahwa pimpinan daerah  belum mempunyai politicall will dalam pemberantasan Illegal logging.
            Semestinya Pemerintah provinsi  proaktif mengkoordinasikan tim ini. Gubenur ataupun Asistennya terlibat dalam Tim ini, termasuk dalam hal Pendanaan. Dan apabila Gubernur tidak melaksanakan tugas Ini. Gubernur mengbaikan Intruksi Presiden no 4 tahun 2005, mestinya mereka saling memback-up.
Dalam SK diperkuat Inpres nomor 4 Tahun 2005 tentang Pemberantasan Penebangan dan Perdarannya di seluruh wilayah Republik Indonesia. Tugas masing-masing Intasi sudah Jelas, Mestinya tumpang Tindih tugas di lapangan tidak terjadi. Lantas untuk apa SK Gubernur tentang pembentukan Tim tersebut..?, apakah Gubernur membuat Tim itu hanya kepentingan formalitas hanya untuk melaksanakan Intruksi Presiden saja.
Ada dua hal yang harus dilakukan. Internal, kalau ini agenda pemerintahan SBY, ini harus dilaksanakan oleh pemerintah, dari mulai pusat sampai ketingkat pemerintahan daerah baik Provinsi ataupun Kabupaten.
Eksternal, Tantangan buat masyarakat civil untuk mengontrol tim ini, supaya Tim ini berjalan dengan baik sehingga agenda-egenda pemberantasan Illegal logging didaerah Ini dapat diatas dengan baik. “Ini harus menjadi Agenda masyrakat civil  karena illegal logging bukan semata-mata masalah lingkungan semata, tetapi masalah, kemiskin, kebodohan dan Korupsi.

Konflik Kebijakan      
            Menteri kehutanan pernah mengeluarkan kebijakan tentang pencabutan izin HPH yang masa berlakunya sudah habis di seluruh provinsi di Indonesia termasuk di Kalbar. Hal ini menyebab gerahnya pemerintah Daerah. Karena pemerintah daerah merasa dilangkahi Menhut. Keputusan tersebut membuat beberapa elemen pengusaha dan pemerintah daerah marah, dengan alasan otonomi daerah. 
Di lain pihak pelaksaanaan otonomi daerah pun sedang menghadapi tantangan, karena menurut hasil survei Lembaga Survai Indonesia (LSI), bahwa pelaksanaan otonomi daerah gagal. Pemerintah Daerah tidak berhasil dalam meningkatkan kesejahteraan penduduknya dan memajukan pembangunan.        
            Karena masih adanya benturan kewenangan (conflict of authority) antara kedua belah pihak yaitu antara pemerintah pusat dan daerah. Pemerintah pusat tidak mampu berbuat banyak terhadap pengelolaan hutan, sehinga tidak ada yang di untungkan dengan adanya konflik kebijakan dan kewenangan tersebut.
            Menurut Mochammad Maksum, dalam Makalahnya Permenhut 55/2006, Pelembagaan Pabrik Sebagai Log Laundry, Permenhut yang mengatur tata-niaga perkayuaan,tidak akan memperbaiki kinerja tata –niaga kayu dalam menghasilkan pertumbuhan perekonomian yang berkeadilan dan berkelanjutan, tetapi sebaliknya menghancurkan prospek ekonomi SDH. Tentu ini adalah ironi struktural yang memprihatinkan. Regulasi semestinya merupakan strategi intervensi untuk memperbaiki kinerja tata –niaga, tetapi peraturan ini malah merusak sistem tata-niaga SDH.
            Lebih ironis lagi, ketika banyak pihak sedang giat-giatanya mempromosikan kemungkinan pembekuan uang tidak halal hasil Illegal logging melalui pembekuan Money Laundry, Permenhut ini justru berpotensi memicu pelembagaan fungsionalisasi pabrik atau unit pengolahan kayu menjadi Log Laundry. Fungsi pabrik sebagai Log Laundry menjadi lebih penting dibandingkan dengan fungsi konvesionallnya sebagai processing unit.
Karena persepsi yang selalu berbeda antara pemerintah pusat, Dishut Provinsi dan pemda kabupaten maka terjadilah ketidak harmonisan di antara lembaga pemerintahan. Sehingga sistem pengelolaan hutan saat ini menjadi tidak teratur. Tarik menarik kewenangan antara pemerintah pusat, pemrop dan pemerintah kabupaten, masih terus berlangsung walaupun jalur penyelesaianya terus diupayakan.
Wewenang berdasarkan undang-undang (constitutional divicion of fower), tidak dapat dilaksanakan dengan baik, karena selain adanya benturan peraturan antara pemerintah pusat dan daerah baik pemerintah provinsi ataupun dengan kabupaten  masih terjadi konflik otoritas (conflict authorithy) dan benturan antara instansi terkait.
            Juga pengelolaan kekuasaan  (power manajemen) yang masih berorientasi pada ekonomi, ikut memperburuk kebijakan kehutanan yang dibuat oleh pemerintah. Sehingga terjadi perselingkuhan politik antara pasar dan pemerintah, ini yang menyebabkan  pemberantasan illegal logging sulit di selesaikan.
Diharapkan konflik kepentingan antara pemerintahan pusat dan daerah juga pengusaha bisa diselesaikan dengan baik. Permasalahan kalau ini terjadi berlarut-larut akan mempunyai dampak negatif yang signifikan dalam pengelolaan  sumber daya hutan yang masih tersisa di republik ini.  
Karena kalau konflik kepentingan terus menerus-menerus ini terjadi dalam pengelolaan sumber daya hutan, jangan harap pengelolaan hutan secara  lestari akan tercapai tetapi sebaliknya pengelolaan hutan akan makin suram karena pemerintah terjebak pada konflik kebijakan yang akhirnya menyebabkan  terjadinya konflik kewenanangan dan kepentingan,  sehingga menyebakan ketidak jelasan dalam sistem pengelolaannya.

Potret Buram

Kejahatan illegal logging merupakan kejahatan yang Di lihat dari anatomi kasus illegal logging sebagai kejahatan yang memperlihatkanan atomi yang berbeda dengan kejahatan pada umunya (man in the street crime) yang melibatkan banyak orang secara structural walaupun secara informal.
Pada tahun  2008 penengak hukum di Kalimantan Barat menangangani sekitar 107 kasus namun hampir 95% kasus yang ditangani para penegak hukum adalah kasus, hanya menangkap pemain kelas teri,yaitu orang yang terlibat sebagai pengemudi motor,sopir dan penebang.
Kejahatan illegal loggin di Indonesia sudah sangat memprihatinkan, karena telah menimbulkan kerugian yang sangat besar, tidak hanya dari segi keuangan saja, Tetapi yang lebih parah adalah kerusakan lingkungan yang menyebabkan dampak pada segala sumber  kehidupan.
Namun, penanganan kasus yang dilakukan oleh penegak hukum selama ini hanya menyentuh pada kasus-kasus yang  kecil saja. Sementara kasus illegal logging yang bersekala besar dan melibatkan orang banyak belum dapat menyentuh aktor utama. Seperti,kasus tenda biru,kasus Asong, PT.SBAL dan kasus lainya.
Namun, para actor utama bebas berkeliaran atau sengaja dibebaskan, walaupun mereka disebut DPO bahkan mereka mengalih kekayaanya hasil Illegal logging kebisnis lain untuk mencari jalan selamat,ini yang disebut pencucian Uang.Namun para penegak hukum tidak mencoba mengejar aliran dana hasil Illegal logging di Kemanakah mereka gunakan.Termasuk oknum pejabat yang terlibat baik secara langsung ataupun tidak langsung tidak dijerat dengan undang-undang anti korupsi sehingga hukuman akan lebih berat. Karena ada proses suap mennyuap (Gratifikasi)
            Sebagai contoh beberapa kasus yang diangap besar Pertama:Kasus yang menggejutakan adalah penangkapan para pejabat local,dari Dinas Kehutanan dan Kapolres Ketepang oleh Aparat  Mabes Polri dengan barang bukti sebanyak 21 kapal berisi kayu 12 ribu kubik meter atau senilai Rp208 miliar lebih besar 12 kali lebih besar, dari pendapatan daerah(PAD)  Kabupaten tersebut. Selama setahun Daerah tersebut(data PAD ketapang tahun 2007 Sekitar 17 miliar.
 Namun yang terjadi adalah para tersangka, walaupun telah terbukti merugikan negara yang sangat luar biasa besar, Namun mantan Kapolres Ketapang hanya di Hukum 3 tahun penjara dengan Denda 5 juta subsider 2 bulan kurungan dan sekarang bebas karena bandingnya di terima oleh Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat. Sementara Kepala Dinas Kehuatan Ketapang  vonis 9 bulan dan langsung bebaskan dengan bersyarat dan cukonya hanya divonis 1,2 tahun.
            Kedua: kasus Tony Wong,karena massa tahananya sudah habis demi hokum Tony Wong  bebas. yang awalnya di tangkap Bak teroris karena dianggap salah satu DPO Polda Kalimantan Barat, karena massa tahanan sudah dianggap habis.
            Ketiga :kasus yang dianggap besar adalah kasus tenda biru  Kapuas Hulu   sejumlah 285 orang tujuan ke Pontianak dilaksanakan pengukuran, diketahui jumlah  kayunya sebanyak 15.893 batang = 8.807,56 M3, kalau diuagnkan jumlahnya ratusan Milyar.
Awalnya kasus penangkapan demi penangkapan yang dilakukan oleh pihak kepolisian bisa disebut sebagai sebuah success story dalam penengakan tidak pidana illegal loggin di Kalimantan Barat ternyata setelah di Putuskan kasus membuat semua orang terperanah. Karena putusan sangat ringan, tidak sesuai dengan perlakuan tindakan kejahatan yang dilakukan oleh mereka.

Selama ini yang undang-undang yang digunakan oleh penengak hukum adalah UU No 41 Tahun  dan UU No 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, (3) UU No 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya ALam Hayati dan Ekosistemnya. Hanya saja ketiga undang-undang ini belum sanggup untuk menjamah para pelaku intelektual kejahatan kehutanan.
 Jika merujuk kepada Undang-Undang 41/1999 Tentang Kehutanan, yang paling banyak terjerat adalah para pelaku lapangan seperti buruh tebang dan buruh angkut (masyarakat), dan pemilik jasa transportasi yang membawa dan atau memindahkan kayu hasil tebangan liar dari suatu tempat ke tempat lain. Mereka ini memang (terbukti) menduduki kawasan hutan, menebang, membawa, menguasai, memiliki, dan mengangkut hasil hutan tanpa izin yang sah (pasal 50 ayat 3 UU 41/1999). Permasalahan utama gagalnya penegakan hukum kasus illegal logging adalah aktor intelektualnya selama ini terlalu kuat untuk ditembus hukum.
Karena hanya dakwan dan pertimangan Putusan menggunakan KUHP dann Undang-undang poko kehutanan saja.
Padahal ada Undang-undang yang lain yang bisa menjerat melaku Illegal logging yang lebih berat para actor intelektual dan jaringanya,Yaitu undang-undang Pencucian uang dan undang  Korupsi(UU no 31/1999 dan UU no 20/2001) serta Undang-undang pencucian uang.  Kalau UU ini di terapkan  actor Intelektual yang akan di Hukum dengan berat. Padahal untuk hakim  sudah ada surat edaran yang di buat oleh MA,yaitu No.01/Bua.6/Hs/SP/V/2008 tentang Petunjuk penanganan perkara illegal logging.Dan hukumanya harus maksimal bukan minimal.

Mapia Peradilan
Melihat  bahwa kejahatan illegal logging bercorak  kejahatan terorganisir((organized crime), maka untuk melanggenkan aktivitasnya mereka dengan sekuat tenaga pasti akan membangung akses ke aparat penegak hukum sendiri supaya lebih exis  dalam aktivitasnya.
Maka dilihat dari putusan-demi putuasan yang dilakukan oleh penegak hukum yang sangat meringankan para pelaku Illog terutama para Aktor tetap bebas menjadi operator illog,walaupun rekan-rekanya sudah ditangkapa ini tidak lepas kemampuan mereka membangun rezim dengan penegak hukum  mampia peradilan. Hal ini menguatkan indikasi kalau melihat putusan-putusan yang dilakukan sangat meringankan tidak seimbang dengan kerugian Negara dan Masyakat akibat kejahatan tersebut.
Mahakamah Agung harus meninjau Ulang beberapa putusan yang dilakukan oleh penegakan hukum di Kalimantan Barat Illegal logging. Seperti kasus Andelien Lies kasus Illegal Logging di Sumatra Utara di putus bebas tetapi setelah di Tinjau ulang oleh Mahakamah Agung Andelien Lies di Vonis bersalah dan dihukum 10 tahun.
Jika mapia peradilan, tidak diberantas mustahil kasus Illegal logging bisa di tegakan,karena hukuman tidak membuat jera para pelaku Illegal loggin.

Bahaya Mengacam



Dibeberapa daerah di Kalimantan Barat dalam tahun 2008 telah terjadi banjir sebanyak kurang lebih 21 kali,selama satu tahun dan kejadian tersebut tidak pernah terjadi pada  tahun  -tahun sebelum nya. Ini merupakan akibat dampak dari kerusakan hutan, salah satu penyebabnya adalah illegal logging.
Mestinya menjadi pertimbangan penegak  Hukum dalam membuat Dakwaan ataupun  putusan.  bencana banjir yang meninpa daerah tidak terlepas dari Illegal logging yang di lakukan oleh Mayarakat. Selain itu juga akan menyebabkan: Satu, Tidak kurang 864.000 m3 logs setahun keluar ke negeri jiran, Kedua,kerusakan hutan kalbar hampir seluas 165.000/thn(=23x luas lapangan bola/jam), Ketiga, “Total loss” perekonomian negara di rugikan + Rp. 220 Milyar(dari royalti PSDH. DR & PBB)., Keempat, Mengancam kelestarian fungsi lingkungan/ekternalitas(Erosi,banjir &sendimentasi), Kelima, Merusak mental, moral rakyat dan citra kalbar dimata dunia internasional

Tampa hukuman yang berat kejahatan ini tidak akan membuat jera para pelaku illegal logging, dan Illegal logging tetap akan menghantui kerusakan hutan di Kalimantan Barat dan Bencana akan selalu mengancam Kalimantan Barat, terutama Banjir dan longsor dan bencana kemanusia akan tetap mengancam daerah ini.









Deman Huri Gustira :Direktur LPS-AIR (Alumni Fakultas Hutanan UNTAN)

Karya lain yang pernah di tebitkan dalam bentuk buku.
1.   Sebuah Kosnpirasi Penanganan Kejahatan Kehutanan di Kalimantan
2.   Di Ujung Perubahan.
3.   Metamorfosis Bisnis Militer
4.   Gerakan Anti Korupsi di Tingkat lokal.
5.   Tehnik Meliput Illegal Logging.
6.   Analisa Media “Ketika Media Lokal dalam Memberitakan Illegal Logging.
7.   Media Menguap Korupsi di Bumi Katulistiwa
8.   Indonesia dalam Transisi(Dalam Proses)
9.   Artikel-artikel lainya yang pernah di terbitkan oleh berbagai media Jurnal, majalah dan koran.



Catatan Kaki:
Daftar Pustaka ,
1.   Huri Deman, 2006, Prahara Mahkota Hijau, Pontianak Post.
2.   Identifikasi Kawasan Hutan Bernilai Konservasi Tinggi Secara  Lanskap di Kalimantan Barat  Sebuah Kajian Literatarur. 2007,WWF indonesia. Pontianak.
3.   Huri Deman., 2007,Quo Vadis Pengeloan Hutan Kalbar, Pontianak Post.
4. Yasmin Yurdi dkk, 2005.The Complexities of Managing Forest Resources in Post- decentralization Indonesia.Untan, Yayasan Konservasi Borneo and CIFOR, Indonesia
5.  Masyarakarat Perhutanan Indonesia. 2007, Dampak Pemberantasan Penebangan Kayu Secara     illegal dan Peredaranya Terhadap Eksitensi Industri Pengolahan Kayu di Kalimantan Barat.
6.  Mochammad Maksum, 2006, Permenthut 55/2006. Pelembagaan Pabrik Log Ranudry. Makalah  Diskusi Hotel Santika, Pontianak
7.  Setiono Bambang. 2007. Analisis Kasus Illegal Logging di Kabupaten Katingan Kalimantan Tengah.CIFOR, Bogor.
8.  Markas besar Kepolisian Negara Republik Indonesia Bada Reserse Kriminal, 2007,  Perlindungan dan Penegakan Hukum dalam Implementasi Inpres NO 4/2005, Jakarta.
9.  Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat,2007, Penegakan Hukum Tehadap  Pelaku Illegal  Logging dan Illegal Trade.Kejaksaan Tinggi Kalbar.



1 komentar:

Newsteen mengatakan...

jangan sampai ada lagi kebakaran hutan

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Lady Gaga, Salman Khan