Thank's For

Kewajiban Guru era Reformasi : Mengajar sisiwa sesuai realita dan berontak pada ketidakadilan


Judul buku      : Guru : Mendidik Itu Melawan!
Penulis             : Eko Prasetyo
Penerbit           : Resist Book
Tebal               : 207 Halaman
Peresensi         : Jumardi Budiman

Buku seri pendidikan kritis ini menyoroti nasib guru di Indonesia, terutama guru-guru honorer dan guru tidak tetap (GTT) yang bertugas di daerah pedalaman namun tidak mendapat perlakuan yang layak dari pemerintah. Sistem pendidikan, ma
nagement sekolah hingga perbedaan cara “mendidik” siswa dari zaman orde lama hingga era reformasi juga di kupas habis oleh Eko Prasetyo dengan gaya penulisan yang lugas, relevan dan tidak bertele-tele.
Kebijakan pemerintah dalam mengganti kurikulum tanpa pernah dievaluasi secara langsung membebani peserta didik karena perubahan yang terlalu cepat maupun konsekuensi biaya yang ditanggung, penempatan guru yang tidak merata sehingga ada beberapa daerah muncul problem kelangkaan dan kualitas guru di daerah pedalaman yang kurang, serta pengelolaan yang buruk atas bantuan opersional sekolah (BOS) maupun dana kelembagaan yang lain merupakan beberapa kesalahan pemerintah dalam mengambil kebijakan terkait dunia pendidikan.

Proyek Baru Komersialisasi Pendidikan Indonesia.
Neoliberalisme kemudian jadi bentuk tatanan ekonomi beru yang memeras pendidikan sehingga menjadikan sekolah sebagai sebuah ”pabrik”  yang bertugas mencetak sumber-sumber tenaga siap pakai yang sesuai dengan kebutuhan pasar, bukan kebutuhan masyarakat. Siswa dinilai berprestasi diukur dari pengetahuan dan keterampilan yang ia miliki, sehingga prestasi yang demikian menjadi tunggal, individual dan tidak sosial. Berbagai badan usaha juga kini sangat genjar menggarap sektor pendidikan, bukan untuk menigkatkan kualitas pendidikan semata, melainkan menjadikan pendidikan sebagai lahan investasi yang memberikan keuntungan berlipat ganda. Paradigma yang kemudian berkembang adalah, sekolah yang bermutu apabila memiliki gedung mewah, sarana lengkap, guru yang semuanya lulusan sarjana serta  pelajaran yang beraneka ragam, dari pagi hingga sore. Sekolah seperti ini mengembangkan sistem tata kelola yang mengikuti bahasa perdagangan : efisiensi, profesionalitas, efektifitas, keunggulan kompetitif dll. Alhasil, pendidikan bermutu hanya dikhususkan bagi orang-orang kaya, anak pejabat, dan konglomerat. Bagi siswa-siwa dari keluarga miskin hanya boleh bersekolah di gedung reyot dengan perlengkapan seadanya dan diajar oleh guru yang juga merangkap sebagai kepala sekolah, tenaga administrasi, penjaga sekolah, hingga tukang ojek.
Kurikulum yang sering berubah-ubah juga menjadi tambak uang bagi penerbit buku-buku pelajaran dan Lembar Kerja Sisiwa (LKS). Hanya dengan mengganti sampul dan ditambah tulisan kurikulum yang diperbahrui, siswa secara tidak langsung dipaksa untuk membeli buku yang substansinya tidak jauh berbeda. Atau dapat pula menjadikan guru sebagai sales dalam memasarkan produk-produk dari penerbit dengan memberikan sejumlah imbalan terhadap kerja keras guru dalam meykinkan bahwa buku yang ditawarkan benar-benar bermutu sehingga harus dimiliki setiap siswa kaya atau miskin.

Buku yang dianjurkan Eko Prasetyo bagi guru honorer, buru tidak tetap dan guru non-PNS ini mengahdirkan dilemtika pendidikan Indonesia yang memang nyata terjadi dan disuguhkan dengan  karikatur yang lucu namun kritis. Beberapa masalah pendidikan dibahas sampai tuntas berdasarkan pengalamannya sebagai tenaga pendidik aktivis HAM di Pusat Studi HAM UII, menjadikan buku ini layak dijadikan bahan referensi bagi calon guru masa depan atau siapapun yang ingin menjadikan pendidikan di Indonesia dapat lebih baik dari sekarang

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Lady Gaga, Salman Khan