Bulan Juli lalu kepala divisi penerbitan lembaga pers mahasiswa Untan,
Ayu Gintari melakukan investigasi tempat prostitusi terbesar di Asia Tenggara
bersama seluruh tim yang terdiri dari berbagai wartawan kampus seluruh
Indonesia. Kondom menjadi sasaran utama dalam liputan investigasi tersebut.
Bagaimana manifestasi kebijakan kondom di gang Dolly? Berikut laporan Ayu dan
tim.
B
|
au
menyengat menyelinap dari balik gundukan sampah di wilayah
tempat pembuangan sampah seluas 4.5 hektar di Putat Jaya, Surabaya. Seperti
sebuah kotak pandora, segala sesuatu yang ‘ajaib’ seperti
selalu bisa terjadi
di sini. Dari mulai lokasi tempat pembuangan sampah yang terletak di kawasan pemakaman,
hingga pemandangan beberapa pedagang makanan dan minuman ringan yang menjajakan
makanan di atas batu nisan. Pemandangan sesederhana pria paruh baya yang mengangkut
sampah dalam gerobak kuningnya pun, terasa begitu istimewa saat tumpukan kondom
terlihat bercampur di antara tumpukan sampah yang diambil dari lokasi
prostitusi terbesar se-Asia Tenggara, gang Dolly.
Di balik kebisuannya, kondom-kondom
tersebut turut mengisahkan denyut nadi kehidupan gang Dolly—gang yang menyimpan
warna-warna ceritanya sendiri hingga di saat ini.
Limbah
Kondom yang Menyimpan Kisah
Lima tahun berlalu semenjak Iwan
(36) dan rekannya Waras (45) pertama kali menjadi pengangkut sampah di kawasan gang
Dolly, Putat Jaya, Surabaya. Sampah-sampah tersebut diangkut pagi dan sore
hari, dengan menggunakan gerobak sampah kuning yang dimodifikasi dengan sepeda
motornya. Satu kali pengambilan sampah, diperoleh sampah sebanyak satu gerobak
penuh. Dari tumpukan sampah yang diperolehnya tersebut—diantara tumpukan tisu,
botol bekas minuman berenergi, pembalut wanita, pembungkus makanan instan, dan
lain sebagainya—terdapat kondom-kondom bekas sebanyak sekitar satu kardus mie
instan. Jumlah ini meningkat saat akhir pekan, dimana kondom bekas itu dapat mencapai
dua kardus mie banyaknya. Setelah dikumpulkan di tempat pembuangan sampah
sementara, kumpulan kondom yang tercampur dengan sampah lainnya segera dibuang
ke tempat pembuangan akhir di Benowo.
Iwan bekerja semenjak tahun 2007. Menurut
pengamatannya saat melintasi gang Dolly dalam kurun waktu lima tahun terakhir
itu, pelanggan lebih banyak zaman dulu daripada
sekarang. Jumlah pekerja seks komersial (PSK) menurun dibandingkan sekarang
karena banyak yang keluar dari pekerjaannya tersebut. Kondisi yang terjadi di
awal-awal tahun 2007 hingga beberapa tahun setelahnya, menyebabkan jumlah
kondom bekas bisa didapatkan sebanyak lebih dari dua bahkan hingga empat kardus
mie. Jumlah ini akan lebih banyak lagi saat akhir pekan di mana pelanggan
meningkat jumlahnya dibandingkan hari-hari biasa.
Menurut
pantauan di lapangan, dari setiap tong sampah di depan wisma rata-rata terdapat
5-10 kondom. Dari setiap gang ada sekitar 20 wisma, sehingga bila
dikalkulasikan ada sekitar 100-200 kondom di gang Putat yang lebih terkenal sebagai
gang Dolly di kawasan Jarak ini.
Sampah kondom ini masih tergolong rendah
jika dibandingkan dengan jumlah PSK yang beroperasi di setiap wisma yang
mencapai 10 PSK. Data yang didapatkan dari Yayasan Abdi Asih (YAA) menyebutkan bahwa perbandingan “pelanggan”
(lelaki yang menggunakan jasa seksual) yang bersedia menggunakan kondom adalah 2
: 5. Artinya, pelanggan yang mau menggunakan kondom dari setiap lima orang
hanyalah dua orang saja. Disinyalir rendahnya tingkat kesadaran penggunaan
kondom di kalangan pelanggan inilah yang mengakibatkannya penggunaan kondom
menurun.
Adi, selaku staf YAA yang menangani kasus-kasus di sekitar Dolly
mengungkapkan bahwa dari sekitar 6000 tamu setiap harinya hanya dua perlimanya
saja yang mau menggunakan kondom, yakni sekitar 2400 tamu. Jumlah ini hanya 40%
dari total tamu yang berkunjung. Sedangkan menurut data dinas sosial tahun 2011,
jumlah PSK di lokalisasi Jarak dan Dolly terdata kurang lebih ada 1250 jiwa.
Jumlah ini tersebar di dua tempat utama yakni di Jarak sebanyak 700 PSK dan di
Dolly sebesar 550 PSK.
“Jika satu PSK bisa melayani sepuluh
orang, maka tamu yang mau menggunakan kondom hanya 4 orang,” jelas Adi di depan
kator Yayasan yang ia geluti ini.
Menurutnya, untuk pencegahan dan
sosialisasi penggunaan kondom sudah sering dilakukan baik dari kelompok kerja (Pokja),
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), maupun dari Dinas Kesehatan sendiri. Meskipun
demikian, jumlah penderita HIV/AIDS di lokalisasi Jarak-Dolly ini mencapai 16%
dari total semua PSK yang di Gang Dolly. Dengan kata lain, ada 200 PSK yang
terjangkit HIV/AIDS.
Namun, penyebaran HIV/AIDS di Gang Dolly
ini pada kenyataannya tidak hanya disebabkan oleh hubungan seksual, tapi
berasal dari sebab lain juga. “Untuk HIV/AIDS, penyebarannya juga berasal dari narkoba
dalam jarum suntik,” papar pria setengah baya ini. “Berbanding terbalik dengan
HIV/AIDS, penyakit IMS (infeksi menular seksual, red.) cenderung menurun dari
tahun sebelumnya karena IMS tidak tertular melalui jarum suntik”, lanjutnya.
Kondomisasi
Dolly
Dari data Forum
Komunikasi Masyarakat Lokalisasi Surabaya (FKMLS), hingga saat ini tingkat kesadaran
penggunaan kondom pada PSK mencapai 80%. Pemerintah sendiri sudah mengeluarkan
kebijakan terkait penggunaan kondom di lokalisasi sebanyak 100% yakni Peraturan
Pemerintah Provinsi Jawa Timur Tahun 2004 Nomor 5 Pasal 3. Meskipun PSK yang tidak menggunakan kondom di Gang
Dolly kurang dari 20%, hal ini dianggap baik oleh beberapa LSM karena sudah
bisa mencapai angka tersebut.
Salah satu PSK yang berhasil ditemui yakni Melati
(bukan nama sebenarnya, red) mengungkapkan bahwa sehari dirinya mampu melayani
4-7 pelanggan. Dari sekian pelanggan hanya 2-4 pelanggan yang mau menggunakan
kondom.
“Sedikit yang mau (menggunakan kondom,red), kalau dari
kami pengennya menggunakan kondom tapi kalau pelanggan ga mau apa boleh buat,” jelas Melati sambil seyum-senyum.
Selain faktor internal dari pihak PSK,
faktor eksternal juga memengaruhi kesadaran mereka dalam menggunakan kondom.
Salah satunya yaitu penyuluhan kondom kepada para PSK di kawasan Jarak yang
diadakan oleh Yayasan Abdi Asih. “Kami melakukan penyuluhan pada para PSK
mengenai virus HIV-AIDS dan juga kondom agar mereka sadar dengan kesehatannya,”
tutur Vera, selaku pimpinan dari yayasan tersebut. Salah satu cara penyuluhan
adalah dengan mengadakan lomba mengumpulkan kondom. Siapa yang bisa
mengumpulkan banyak kondom, akan mendapat hadiah. “Hadiahnya ada sepeda,
televisi, dan lain-lain,” tutur Vera. Ditemui di tempat lain, Tarsim selaku ketua
RT 5 Putat Jaya RW 10, menuturkan tujuan pengadaan lomba ini adalah agar PSK
termotivasi untuk memakai kondom.
YAA
membagikan kondom secara gratis pada tiap wisma demi terjalannya program
pemerintah dan untuk membantu masyarakat dalam upaya pencegahan HIV/AIDS. “Tiap
wisma diberi satu toples kondom yang berisi 200 buah. Kondom itu dari bermerk Sutra
dan Durex” jelas Vera.
Namun lanjut Vera
tidak ada jaminan semua pelanggan PSK
bersedia memakai kondom. Tidak ada yang tahu tentang penggunaan kondom
tersebut kecuali orang yang sudah berada di dalam ruangan. Kondom yang diharapkan
dapat mencegah nirus HIV AIDS melalui hubungan seks,
tidaklah 100% dapat mencegahnya.
Kondom
itu tidak bisa menjamin tidak tertularnya virus HIV/AIDS. Kondom itu bisa sobek
jika tidak dilakukan sesuai dengan prosedurnya seperti tidak boleh ditaruh di
celana jeans dan dompet. Jika semua
prosedur dilanggar maka meski sudah menggunakan kondom namun tetap saja bisa
tertular,”
papar Vera di rumahnya.
Dengan diadakannya sosialisasi kondom
pada PSK, penyakit kelamin yakni IMS menurun dari sebelumnya, sebagaimana dijelaskan
oleh Vera. Akan tetapi untuk HIV-AIDS,
terjadi peningkatan disebabkan oleh penularan melalui jarum suntik. “PSK aktif
yang terkena virus ada 16% di sini. Tapi kami
(YAA, red) berpesan pada mereka agar tidak
menularkan penyakitnya kepada orang lain jika mereka terjangkit,” lanjut
mereka.
Magic Condom dan Sebuah
Kreativitas
Kesadaran
penggunaan kondom di kalangan PSK ternyata tidak berbanding lurus dengan para
tamu yang datang ke lokalisasi Jarak- Dolly. Kebanyakan tamu yang datang dan
mau menggunakan kondom hanya 40% sisanya sama sekali tidak mau. Dari 40% itu
kebanyakan adalah orang keturunan dari China dan orang barat sedang orang
pribumi jumlahnya sangat sedikit.
Staf YAA,
Adi, sangat menyayangkan sikap tamu yang tidak mau menggunakan kondom yang
dapat memicu penyebaran HIV/AIDS. “Seharusnya sosialisasi tak hanya ditekankan
kepada para PSK tapi juga kepada tamu juga agar semua juga aman,” terang Adi di
depan yayasannya.
Karena
banyak tamu yang tidak ingin menggunakan kondom, maka Yayasan Abdi Asih pun
mengajarkan beberapa trik agar tamu mau menggunakan kondom baik secara sadar maupun
tidak. Salah satunya, dengan menggunakan magic
condom, yaitu sejenis
kondom khusus dengan yang pemasangannya dilakukan di mulut para PSK ketika tamu
meminta seks oral.
“Cara
magic condom sangat membantu karena di daerah dolly banyak yang
menggunakan seks oral,” jelas Adi. Meski tidak berdampak signifikan namun hal
ini setidaknya dapat mengurangi jumlah pengguna yang tidak ingin menggunakan
kondom.
Adi
berharap kedepan ada peraturan yang dapat menekan jumlah tamu yang tidak ingin
menggunakan kondom. Meskipun pengecekan kebersediaan menggunakan kondom sejatinya
tidak bisa dicek dengan cermat, namun dirinya memberikan solusi yang mampu
menekan pengguna tanpa kondom.
“Setiap
tamu yang telah berhubungan ketika keluar kamar harus menunjukan kondom
bekasnya kepada petugas,” papar Adi. Kondom
yang benar-benar dipakai atau hanya ditempelkan saja akan ketahuan oleh
petugas. Lalu bagi tamu yang kedapatan tak menggunakan kondom maka akan
didenda.
Kepedulian
Bersama
Permasalahan
polemik HIV/AIDS di Lokalisasi gang Dolly dapat menjadi sebuah alternatif untuk menyelesaikan masalah yang sama di muka bumi
ini.
Namun hal ini belum dapat bertransformasi menjadi
sebuah solusi apabila tidak bisa berjalan dengan berdampingan. Penggunaan
kondom sebagai salah satu bentuk dari manifestasi pemerintah agaknya menjadi
salah satu angin segar dari kecemasan penyebaran teror penyakit-penyakit
mematikan yang muncul dari fenomena gang Dolly yang masih terus menyimpan
kisahnya untuk dibagi.
Kepedulian
bukanlah perkara saling menunjuk. “Ketika semua pihak mau berjalan berdampingan
semestinya lokalisasi Dolly dapat meniru lokalisasi Tunjungan yang dapat
mengaplikasikan pemakaian kondom hingga seratus persen”, jelas Adi [*]
0 komentar:
Posting Komentar