Thank's For

Confessions of an Economic Hit Man by John Perkins



Confessions of an Economic Hit Man by John Perkins
le="margin-bottom: 7.5pt; margin-left: 18.75pt; margin-right: 18.75pt; margin-top: 0in;"> (Pengakuan seorang Preman Ekonomi) : Indonesia Target Penghancuran
 Penerbit : Berrett-Koehler Publishers Inc, San Fransisco, Amerika Serikat
Munculnya buku karya Perkins ini menunjukkan bahwa teori konspirasi yang selama ini dianggap isapan jempol, khususnya di Indonesia, menjadi suatu kenyataan. Buku ini sempat menghebohkan dunia, terutama di AS. Isinya, pengakuan Perkins tentang sepak terjangnya saat menghancurkan negara-negara dunia. Menurut, Fadli Zon, Direktur Eksekutif Institut for Policy Studies (IPS),  tidak lepas dari peran serta negara-negara besar, seperti AS dalam rangka melanggengkan hegemoninya.


Buku yang kini sedang menjadi buah bibir masyarakat dunia itu tak lain adalah Confessions of an Economic Hit Man buah pena John Perkins. Berrett-Koehler Publisher Inc sebagai penerbit yang juga banyak menerbitkan buku-buku ternama mengaku tidak memiliki sangkut paut apapun dengan korporasi besar dan pemerintah AS saat menerbitkannya.

Buku yang membuat heboh dunia ini terbilang unik. Jika kebanyakan buku ditulis oleh para pengamat atau orang ketiga, namun buku ini langsung ditulis oleh seorang “pelaku” atau “pemain” nya sendiri. Isinya pun terbilang “luar biasa”: mengungkap pengakuan tentang sepak terjang Perkins sebagai economic hit man (EHM) yang berusaha menghancurkan negara-negara lain selama lima belas tahun.
Buku ini, terdiri dari 4 bagian , diantaranya Bagian I : 1963-1971, Bagian II : 1971 – 1975, Bagian III : 1975 – 1981, dan Bagian IV : 1981 – sekarang.
Pada 1971, Perkins direkrut Chas T Main, sebuah firma konsultan asal Boston. Di firma itu, jebolan fakultas ekonomi ini, diangkat sebagai kepala ekonomi yang memimpin 50 orang staf. Chas T Main sendiri memiliki sekitar dua ribu orang pegawai.

Perkins dan sejumlah temannya memiliki sebutan sebagai economic hit man atau pembunuh ekonomi. Mereka bertugas di bawah Pengawasan Dewan Keamanan Nasional atau National Security Agency (NSA), salah satu lembaga keamanan dan intelijen terkemuka di AS.


Ia seorang konsultan “istimewa“. Posisinya tidak hanya sekadar mengegolkan kesepakatan bisnis negara-negara berkembang atau dunia ketiga dengan AS, tapi juga membangun kerajaan imperium AS di dunia. Perkins berusaha menciptakan situasi, dimana semakin banyak sumber penghasilan mengalir ke AS atau ke perusahaan-perusahaan milik AS.

Buku ini juga menceritakan, imperium itu dibangun bukan melalui persaingan yang sehat dan jujur, tapi dengan cara-cara yang kotor. Mereka melakukannya melalui manipulasi ekonomi, kecurangan, penipuan, seks, merayu orang untuk mengikuti cara hidup Amerika dan lainnya.
Tugas Perkins ialah membuat laporan fiktif agar lembaga- lembaga bantuan (Perkins menyebut IMF, Bank Dunia, dan USAID) mau mengeluarkan utang. Dana itu disalurkan ke proyek-proyek infrastruktur yang dikerjakan berbagai perusahaan top AS, seperti Bechtel dan Halliburton. Perkins juga harus membuat bangkrut negeri penerima utang. Setelah tersandera utang setinggi gunung, barulah si negara penerima dijadikan kuda yang dikendalikan sang kusir. Selain itu, Perkins membuat kesepakatan untuk memberi pinjaman ke negara lain, jauh lebih besar dari yang negara itu sanggup bayar. Ia mengaku pernah menjalankan kebijakan ini di sejumlah negara dunia, seperti Indonesia dan Ekuador.

Dalam kesepakatan antarnegara itu, ia berusaha menekan negara-negara lain agar memberikan 90 persen dari pinjamannya kepada perusahaan-perusahaan AS, seperti Halliburton atau Bechtel. Kemudian perusahaan-perusahaan AS tersebut akan masuk membangun sistem listrik, pelabuhan, jalan tol dan lainnya di negara-negara berkembang.

Masih dalam buku itu, setelah mendapatkan utang, AS akan memeras negara tersebut sampai tak bisa membayarnya. Dengan alasan itu, barulah AS akan mendesak negara-negara lain untuk menyerahkan sumber kekayaan alamnya, seperti minyak, gas, kayu, tembaga dan lainnya ke AS. Bagaimana jika negara-negara itu menolak? Perkins menyatakan, mereka bisa saja dibunuh. Ini bukan isapan jempol. Dua tokoh dunia, yakni Presiden Panama Omar Torijos dan Presiden Ekuador Jaime Rojos dibantai karena menolak kerja sama dengan AS.

Perkins meyakini, jatuhnya pesawat yang ditumpangi Torijos tahun 1981, dilakukan Jackals, satuan dari dinas intelijen CIA, disebabkan Torijos menolak proposal proyek pembangunan Terusan Panama dari Bechtel. Untuk proyek tersebut, Torijos ternyata lebih memilih kontraktor asal Jepang ketimbang Bechtel.

Meski Perkins menceritakan adanya tahapan pembunuhan bagi pemimpin yang tidak menaati kesepakatan dengan negara-negara besar, namun Fadli Zon berpendapat, di Indonesia policy mereka belum sampai ke tahap pembunuhan, apalagi invasi militer.

Keengganan mereka melakukan pembunuhan dan invasi militer, menurut Fadli Zon, karena pemimpin Indonesia sangat kooperatif. Mereka tidak menjalankan politik konfrontatif dengan negara-negara besar. Bahkan dalam koridor internasional, sering kali Indonesia mengekor policy mereka.

“Yang terjadi di Indonesia baru economic hit man. Negara-negara besar belum perlu menjalankan policy pembunuhan atau invasi militer. Namun hanya dengan tahap pertama itu, mereka sudah bisa mengeliminir peran para pemimpin Indonesia untuk tunduk pada kebijakan mereka,” katanya, prihatin dengan sikap para pemimpin Indonesia yang lembek dan menurut saja pada kemauan negara-negara besar dunia.
Selama tiga bulan di tahun 1971 Perkins keliling Indonesia menyiapkan dongeng tentang pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita (GNP) kita. Angka-angka itu digelembungkan setinggi mungkin mendekati langit ketujuh.

Angka-angka catutan itu dilaporkan kepada Bank Dunia atau IMF. Para eksekutif di situ juga tukang-tukang ngibul yang serentak menganggukkan kepala sambil berdecak kagum, Wow, Indonesian economy is going to be great, yes?.

Bos Perkins bilang, Presiden AS Richard Nixon ingin Indonesia diperas sampai kering seperti kain pel habis dipakai melantai. Negeri ini ibarat real estat terbesar di dunia yang tak boleh jatuh ke tangan Uni Soviet atau China. Berbicara tentang minyak bumi, kita tahu bagaimana negara kita tergantung darinya. Indonesia bisa menjadi sekutu kuat kita dalam soal itu,kata bos Perkins, Charlie Illingworth, suatu kali di Bandung. s

 Jika dicermati secara teliti, apa yang ditulis Perkins dalam bukunya tersebut, banyak kemiripannya dengan kasus yang terjadi di Indonesia. Tak cukup mengendalikan politik, AS juga merampas kekayaan Indonesia. Jika konspirasi itu yang sedang terjadi, maka bukan tidak mungkin saat ini Indonesia sedang berada di ambang kehancuran.

Siapa pun dia, tentu saja tidak akan rela jika negaranya dijajah bangsa lain. Agar terlepas dari cengkeraman itu, bangsa Indonesia harus berani menolak utang negara-negara besar yang bertujuan menghancurkan Indonesia. Selain itu, masyarakat juga harus berani “membersihkan” orang-orang yang menjadi kaki-tangan asing di Indonesia.









0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Lady Gaga, Salman Khan