Oleh leo sutrisno
Dalam era
reformasi saat ini, orang Indonesia
memiliki ruang bebas yang luar biasa. Orang bebas berbicara. Orang bebas mengutarakan pendapat. Orang bebas
memilih. Orang bebas menerima berita dan informasi. Pertanyaannya adalah apakah
kebebasan itu masih perlu ditanamkan kepada para siswa.
Pada tulisan ini dibicarakan tinjuan filosfis tentang makan kebebasan serta
implementasinya dalam pendidikan. Tentu saja juga dibahas tentang keadaan siswa
itu sendiri.
Hakekat
kebebasan
Dalam kamus bahasa Indonesia dituliskan banyak arti dari kata kebebasan.
Bebas berarti lepas sama sekali dari sesuatu, bebas dari penjara. Bebas juga
berarti lepas dari suatu kewajiban, bebas uang sekolah. Bebas juga berarti tidak
dikenai sesuatu, bebas dari tuntutan. Bebas juga berarti tidak terikat, bebas
dari ikatan perkawinan. Dan bebas juga bermakna sebagai orang merdeka. Tulisan
ini mengarah pada bebas yang bermakna merdeka.
Kebebasan dibawa manusia sejak
dilahirkan. Bukan muncul sesaat setelah seorang manusia dilahirkan. Karena, kebebasan itu merupakan sarana
untuk menunjukkan eksistensi seorang manusia. Misalnya, seorang guru besar
memiliki kebebasan yang sangat luas dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
Sebaliknya, seorang mahasiswa, dalam kegiatan pengembangan ilmu pengetahuan
masih perlu memperoleh bimbingan dari seniornya. Dengan itu, tampak jelas
perbedaan antara guru besar dan mahasiswa.
Kebebasan juga merupakan ciri khas manusia. Tidak ada mukhluk hidup yang
lain yang memiliki kebebasan. Misalnya, pada suatu waktu ada seekor kera dan seorang manusia. Keduanya sama-sama lapar. Jika saat itu
disodori makanan, si kera akan langsung ‘menyantapnya’. Sementara, si manusia,
mungkinakan menundanya karena ada pekerjaan lain yang sangat urgen untuk
diselesaikan. Dengan itu, manusia memiliki pilihan dan menggunakan pilihan itu.
Sementara, bagi binatang, kera misalnya, bertindak atas dasar insting saja.
Kebebasan dapat membawa manusia menuju Tuhan. Karena kebebasannya menusia
dapat membuat keputusan-keputusan yang terbebas dari ikatan-ikatan duniawi. Ia dapat menjadi terbebas dari yang
terbatas. Karena itu ia dapat menjadi lebih dekat dengan Yang Tak-terkirakan.
Dengan begitu, ia menjadi dimurnikan. Dalam perjalanannya sebagai musyafir
hidup, kemurnian, kesucian menjadi unsure utama untuk menghadap Sang Khalik.
Hakekat
pendidikan
Dalam
konteks yang lebih mendalam, tentu pendidikan tidak sekedar seperti yang
dinyatakan dalam Undang-undang Sisdiknas yang hanya menciptakan suasana belajar
yang cocok untuk mengembangkan potensi diri setiap peserta didik. Pendikikan
secara universal merupakan usaha manusia
untuk membantu manusia mengembangkan
jati dirinya hinga menjadi manusia yang utuh. Bukan hanya sekedar robot yang
sungguh hidup. Dan, bukan juga sekedar makhluk hidup pada umumnya.
Sebagai makhluk
hidup yang utuh, pada setiap orang dapat dilihat dari aspek individualitas,
aspek sosialitas, dan aspek historisitasnya. Individualitas manusia menyatakan
bahwa setiap manusia itu unik dan otonom. Unik berarti tidak ada duanya di
dunia ini. Otonom berarti mempunyai kewenangan mengatur dirinya sendiri. Namun,
demikian, manusia juga memerlukan relasi dengan yang lain. Manusia tidak hidup
sendirian di sebuah pulau. Ini merupakan aspek sosialitas manusia. Historisitas
manusia menyebutkan bahwa bahwa dalam setiap diri manusia mengendap masa
lalunya, dan masa kini mengarahkan masa depannya.
Pendidikan yang
membantu seseorang mengembangkan dirinya menjadi manusia yang utuh berarti
menyeimbangkan antara aspek sosialitas, individualitas dan historisitas peserta
didik. Dalam konteks Indonesia
itu berarti pendidikan Indonesia
mesti menghasilkan manusia Indonesia
yang berpengetahuan. Bukan, manusia yang cerdik dak pandai saja. Ia tetap
sebagai orang Indonesia,
tetapi mampu berkiprah dalam ilmu pengetahuan yang didalami secara
internasional. Mereka menjadi manusia merdeka. Manusia yang memiliki kebebasan.
Di samping itu, secara
sosiologis, dalam era reformasi saat ini, orang Indinesia memiliki kebebasan yang
luar biasa. Mereka bebas berpendapat. Mereka bebas memilih. Mereka memperoleh
informasi. Mereka bebas bekerja dan berusaha. Bahkan, mereka juga bebas
mengatur pemerintahannya sendiri. Dalaml praktek, kebebasan sering berakibat
sangat jauh. Tampak mereka masih tergagap-gaap dalam menghayati kebebasannya.
Karena itu, pendidiak kebebasan juga dapat dijadikan salah satu alternative
bagi mereka yang ingin belajar tentang kebebasan.
Hakekat siswa SM
Secara umum,
siswa SM di Indonesia belum dapat diamsukkan sebagai orang dewasa. Umur mereka
sekitar 18 tahun ke bawah. Mereka termasuk remaja awal dan remaja akhir. Mereka
mengalami banyak perubahan baik secara emosi, fisik, peran, perilaku maupun tata milai yang digunakan. Kerana banyak perubahan yang harus dialami
inilah mereka perlu pendampingan. Pendidikan kebebasan merupakan salah satu
bentuk pendampingan dalam ‘menyelesaikan’ perubahannya.
Bertanggung jawab
Kebebasan sering ditabukan oleh banyak orang. Karena, kebebasan sering
berakibat buruk. Bebas mengeluarkan pendapat bisa diiteruskan dengan
ucapan-ucapan yang kurang tetap. Bebas berdemonstrasi diartikan bebas juga
merusak milik orang lain. Bebas menonton diartikan sudah penuh pun masih boleh
dimasuki. Orang mengatakan kelewat batas.
Maka dituntut suatu kebebasan yang bertanggung jawab. Di sebuah sekolah
siswa diberi kebebasan penuh, itu tidak berarti boleh berbuat ‘semau gue’. Juga
tidak berarti bahwa tanpa kendali, tanpa control. Bebas yang bertanggung jawab
berarti bebas yang disertai dengan kesediaan menanggung resiko akibat kebebasan
yang dilaksanakan. Mereka
tentu menerima konsekuensi dari pilihannya.
Namun, itu belum cukup. Orang bersedia menanggung risiko dari pilihannya
sejauh jika ketahuan orang lain. Jika tidak ketahuan yang tidak apa-apa. Itu
belum penuh arti kebebasan yang dianutnya. Kebebasan yang bertanggung jawab
terkait juga dengan proses memilihnya yang juga bertanggung jawab.
Proses memilih
yang bertanggung jawab terkait dengan hirarki tata nilai yang dianut. Atas
dasar nilai yang tertinggi menentukan keputusan yang akan diambil. Nilai tertinggi berarti berhubungan dengan
moral. Moral berarti berhubungan dengan Tuhan. Karena itu kebebasan yang hakiki
akan didasarkan pada pilihan-pilihan moral yang dipertanggungjawabkan kepada
Tuhan. Karena itu, tidak perlu lagi ada orang yang akan mengawasi atau tidak. Semuanya dipertanggungjawabkan kepada Allah.
Implementasi
Dalam
pendidikan, penanaman kebebasan perlu menyentuh nilai-nilai moral, agar siswa
tidak hanya menjalani kebebasan atas dasar kesediaan menanggung risiko tetapi
juga atas dasar landasan moral yang kuat. Dengan begitu pendidikan kebebasan
tidak sekedar memberikan pilihan, tetapi juga memberi tempat untuk
melatihkannya.
Sebagai
ilustrasi, guru dapat dengan memberi
kesempatan siswa menyontek pada waktu ujian atau ulangan. Ada kemungkinan siswa akan mencotek ad kemungkinan tidak.
Terserah pada keputusan masing-masing. Agar pilihan itu dapat
dipertanggungjawabkan secara moral, mereka dapat diajak untuk melihat
keuntungan dan kerugian baik yang mencontek maupun yang tidak mencontek secara
jangka pendek dan jangka panjang. Hasil telaah ini dapat dijadikan keputusan
untuk memilih mencontek atau tidak.
Dengan cara itu,
mereka tidak sekedar bersedia menangung akibatnya tetapi pilihannya juga dapat mempertanggungjawabkan
secara moral. Semoga!
0 komentar:
Posting Komentar