Thank's For

Bersama cultural studies Membaca KOTA, Dalam RUANG PUBLIK, di WARUNG KOPI


Ketika sepintas mendengar kata ‘kota’, bayangan kita mungkin akan tertuju pada bentuk material dan fenomena yang ada di dalamnya. Bangunan, Gedung, jalan, kendaraan, orang lalu lalang, mobilitas ekonomi, mobilitas sosial, kemacetan mungkin, tindak kejahatan atau mungkin juga gaya hidup.KOTA menurut kamus besar Bahasa indonesia adalah [1] daerah pemukiman yang terdiri atas bangunan rumah yang merupakan kesatuan tempat tinggal dari berbagai lapisan masyarakat. [2] Daerah pemusatan penduduk dengan kepadatan tinggi serta fasilitas modern dan sebagian besar penduduknya bekerja di luar pertanian.

Banyak ahli yang mencoba mendefinisikan kota menurut bidang masing-masing. Dari berbagai definisi yang ada, secara umum dan garis besar dapat dirumuskan :

  • Dari segi fisik, kota adalah salah satu modal/ point dalam suatu wilayah yang luas, merupakan konsentrasi penduduk padat bangunan-bangunan, di dominasi oleh struktur permanen dengan elemen-elemen fungsional sesuai dinamika perkembangan.
  • Dari segi fungsi, kota dapat diartikan sebagai titik fokus, yang merupakan pemusatan dari berbagai macam sektor kegiatan, yang masing-masing mempunyai spesialisasi fungsi dominan. Fungsi tersebut berperan tidak hanya melayani kebutuhan kota itu sendiri, tetapi juga wilayah sekitarnya, maupun kota-kota lain.
  • Dari segi sosial ekonomi, kota merupakan lingkungan hidup masyarakat dimana kegiatannya beraneka ragam sektor, tetapi merupakan kesatuan masyarakat yang heterogen, yang mempunyai tingkat tuntutan kebutuhan yang lebih banyak dibandingkan dengan penduduk pedesaan.
  • Dari segi perundang-undangan dan administrasi pemerintah, kota adalah suatu wilayah dengan batas-batas administrasi tertentu, baik yang berupa garis maya (abstrak), maupun batas-batas fisik (sungai, jalan raya, lembah perbukitan, dan sebaginya), berada dalam wewenang suatu tingkat pemeritahan tertentu. 
  • Dari segi ekologi, kota dapat disebut sebagai suatu ekosistem yang meliputi wilayah tertentu, yang di dalamnya bermukim sejumlah penduduk yang relatif banyak serta padat dengan intensitas kegiatan yang tinggi.Pertumbuhan kota, juga dipengaruhi dari aktivitas yang ada didalamnya. Fenomena menjadi satu bagian yang tak terpisahkan. Sistem dan struktur3 menjadi satu bagian Interaksi antar individu. Interaksi individu terhadap masyarakat, juga interaksi masyarakat terhadap individu. Bagaimana interaksi-interaksi terjalin dan menjadi relasi-relasi sosial yang terus berkembang. Sistem adalah struktur yang diam dan struktur adalah sistem yang bergerak.


Fenomena, sistem, struktur, masyarakat, individu membutuhkan satu ruang (space) dan tempat (place). Anthony Giddens (1984)3 mengatakan ‘memahami bagaimana aktivitas manusia terdistribusi dalam ruang merupakan sesuatu yang mendasar dalam analisis tentang kehidupan sosial. Interaksi manusia menempati ruang-ruang tertentu yang punya banyak makna sosial’.

Inilah salah satu yang membawa satu perubahan dalam ilmu pengetahuan khususnya teori sosial dan budaya untuk didalami dan mendalaminya. Bagaimana dinamisnya fenomena, interaksi, perubahan sosial. Dimana kota sebagai sebuah ruang (space) dan tempat (place), juga menjadikanya sebagai subkultur. Dan yang selama ini masih menjadi salah satu tema yang kurang diperhatikan dalam perbincangan mengenai masyarakat indonesia modern.

Pada dasarnya kota bukanlah ‘hanya’ kumpulan gedung, lahan, jalan dan penduduk yang penuh sesak hilir mudik. Kota lebih dari itu. Ia adalah tempat, ia adalah identitas. Ia juga adalah medium yang ada dan melibatkan ideologi, pasar, kebutuhan, kebijakan dan relasi sosial vertikal_horisontal yang kuat. Tempat (dalam hal ini kota) merupakan susunan kontruksi diskursif yang menjadi sasaran identifikasi atau investasi emosional (Ralph, 1976)4. Wajah kota apa? Identitas kota seperti apa? Kota khatulistiwa, kota wisata, kota jasa, kota perdagangan, kota budaya atau kota yang beridentitas tanpa identitas. 

Identitas kota dengan konsepsi organisma, menjadi satu hak yang menarik untuk membawa diskusi/tema kota menjadi salah satu yang bermanfaat dan konstruktif. Baik secara teori maupun apikasi. Ernest Burgens (1967)5 menggambarkan metafora utama kota adalah organisma yang berjuang dari keberlangsungan hidup dan mengalami perubahan evolusioner dalam konteks sebuah lingkaran tertentu. Ini adalah pendekatan fungsionalis ‘ekologi urban’ tentang kota dimana terdapat zona-zona urban konsentris yang merupakan wilayah untuk diperebutkan, diserbu dan diubah [dibangun kembali] sebelum bisa terjadi kemapanan dalam kesetimbang baru.

Pembangunan fisik material dalam hal ini menjadi point penting dalam pembangunan kota. Dimana dan bagaimana mengoptimalkan setiap milimeter lahan dalam tempat terhadap ruang. Dan kemungkinan sekecil apapun dalam relasi makna investasi, identitas terhadap ruang.

Kota sebagai daerah pemukiman berarti juga merupakan akumulasi atas klaim atas tempat terhadap ruang yang terbentuk. Sekaligus juga membentuk fenomena sosial dari proses-proses yang terkonstruksi. Pada gilirannya melahirkan estetika modernisme dan kebebasan dari kontrol-kontrol tradisi. Sederhananya kota bisa di pandang sebagai produk sekaligus simbol modernitas (Simmel, 1978)6

Dan kota sebagai ruang dan tempat dengan pembangunan fisiknya juga menjadi kontruksi geografis yang bersinggungan erat dengan relasi sosial vertikal dan horisontal. Dalam hal inilah hubungan masyarakat dengan pemerintah menjadi bagian penting untuk membawa seperti apa wajah sebuah kota?

Harvey (1973, 1985)7 dan Castells (1977,183)8 melihat bahwa geografi kota bukanlah akibat dari ‘kekuatan alam’ melainkan kekuasaan kapitalisme dalam menciptakan pasar-pasar dan mengendalikan tenaga kerja.9 Hubungan horisontal-vertikal yang membawa kota sebagai arena perjuangan kelas dan tempat terjadinya perebutan atas ruang dan distribusi sumber daya.

Pada gilirannya membawa dampak kontruksi fisik-material kota yang membawa pembangunan ekonomi simbolis. Dimana pembangunan ulang ekonomik, serta pengubahan dermaga dan kanal-kanal menjadi pusat belanja atau arena kegiatan bersantai yang menandai perang ekonomi simbolis ‘terjadi’ dalam kekuasaan ekonomi material. Ini mencakup peran yang dimainkan oleh representasi dalam pembentukkan tempat dimana suatu ekonomi simbolis yang hidup dan ceria dapat menarik investasi, membuat beberapa tempat memiliki keunggulan komparatif dibanding tempat lain yang menjadi saingannya. Ruang dan tempat terbentuk oleh adanya sinergi antara investasi, modal dan makna-makna kultural, menyatakan legilitas/pembacaan dan identitas.

Wajah kota apa? Identitas kota seperti apa? 

Pertumbuhan kota dengan kontruksi fisik material dan pembangunan ekonomi simbolik juga akan beriringan dengan proses dan fenomena yang terkontruksi. Yang menjadi satu hal penting berikutnya adalah pembangunan kota bukan hanya pembangunan secara fisik, melainkan juga pembangunan dari sosikultural, dimana menjadi ruang dan tempat berinteraksinya fenomena, sistem, struktur, masyarakat, individu, relasi sosial, budaya dan yang mengiringinya.

Kota sebagai tempat perpaduan dan peleburan kultural yang tak terbatas. Tapi pada saat yang sama, sudut pandang ekonomi-politik yang pesimis cenderung mengabaikan aspek-aspek yang lebih kultural dari kota. Penghuni kota (individu, masyarakat, pasar, ruang, media, komunikasi, ekonomi dan lain-lain) saling membentuk assosiasi berdasarkan gaya hidup, budaya dan etnisitas. ‘kajian komunitas’ mengatakan bahwa kota mengembangkan berbagai komunitas dengan hubungan sosial yang terjadi.10

Hubungan sosial yang terjadi berserta perkembangan sosial ekonomi masyarakat, secara bersamaan memunculkan keinginan mereka pada pemenuhan tingkat kebutuhan. Pemenuhan kebutuhan primer akan beranjak pada pemenuhan kebutuhan sekunder, lalu tertier. Perubahan pemenuhan kebutuhan tersebut merupakan implementasi manusia sebagai makhluk sosial.

Sebagai makhluk sosial, orang perseorangan tidak dapat terlepas dari orang lain, interaksi terjalin. Interaksi, komunikasi dan juga artikulasi dalam/akan ruang menjadi tempat perpaduan dan peleburan kultural yang tak terbatas. Menjamurnya warung kopi, serta tempat-tempat yang menjual es teler hampir disepanjang jalan utama di kota Pontianak merupakan fenomena ruang dan tempat, untuk melakukan aktivitas yang punya makna sosial ini. Orang perseorangan berinteraksi, lalu kelompok, selanjutnya interaksi di dalam masyarakat. Pada satu konsep ruang dan waktu, kata benda dan kata kerja yang sama yaitu warung kopi, dan tempat penjualan es teler. 

Menjamurnya warung kopi, serta tempat-tempat yang menjual es teler hampir disepanjang jalan utama tak terlepas dari perkembangan kota dalam sektor yang memancar menjauhi pusat kota (berkembang keluar dari inti pertama dan intikedua).11 Juga bersinggungan dengan adanya perkembangan sarana-prasarana moda transportasi.12 

Juga kemudian menjadi salah satu unsur penting dalam kegiatan kota, pada mana keadaan penduduk kota merupakan salah satu pola kebudayaan, selain dari proses penduduk dan lingkungan sosial penduduk. Kegiatan penduduk terdiri atas : kegiatan sosial (kegiatan dalam berkeluarga, kesehatan, pendidikan, agama, rekreasi dsb), kegiatan ekonomi (kegiatan dalam pencaharian, cara berkonsumsi, penukaran barang dan jasa dsb). Kegiatan sosial ekonomi penduduk tersebut dilakukan sebagai salah satu cara mempertahankan kelangsungan hidupnya. Dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, secara naluri manusia mempunyai kebutuhan dan keinginan. Kebutuhan seseorang harus dipenuhi untuk mempertahankan hidupnya dan keinginannya untuk memuaskan hasrat atau seleranya. Kondisi di atas dilakukan manusia baik sebagai individu maupun sebagai kelompok.13 

Pokok point selanjutnya adalah, proses-proses sosial apa dan fenomena-fenomena sosial bagaimana yang mengkonstruksi hal tersebut sebagai fenomena ruang (space) dan tempat (place),?

Keinginan dan kebutuhan masyarakat (Pontianak-red) akan ruang-ruang publik memiliki kekuatan yang signifikan dalam mendorong berkembangnya warung kopi dan usaha es teler. Juga fenomena menjamurnya cafe-cafe. Salah satunya adalah orang-perseorangan dan masyarakat rindu akan ruang yang dimiliki dan dapat dinikmati bersama. Dimana mereka bisa saling bertemu, jalan-jalan atau berbincang. Ketika taman-taman umum, alun-alun kota, sebagian pasar tradisional dalam perkembangannya mengalami kemerosotan fungsi. Maka mereka mencari ruang-ruang lain. 

Ketika arena-arena baru bagi pertemuan publik, budaya publik dan ruang publik berada pada ruang-ruang komersial swasta, Mall perbelanjaan, dan arena bermain. Kemerosotan atau kekosongan ruang publik, sedikit banyak dapat di alihkan pada ‘space’ (ruang) dan ‘place’ (tempat) yang lain. Warung kopi, usaha es teler dan yang sejenisnya berada pada urutan terdepan akan hal itu.

Kemerosotan atau kekosongan fungsi ruang publik merupakan akibat dari [1] ketidakmampuan atau keenganan pemerintah kota untuk mendanai dan merawat ruang publik, [2] makin meningkatnya ketakutan sehari-hari terkait dengan persepsi tentang adanya peningkatan kriminalitas secara umum dan khususnya tindak kejahatan dan kekerasan [3] berubahnya image lokasi tertentu sebagai arena yang khusus diperuntukkan bagi publik [4] makin banyaknya industri hiburan dan makin terlibatnya private ‘swasta’ dalam manajemen ruang publik.14 

Proses dan fenomena sosial yang juga timbul beriringan atau setelahnya adalah lahirnya estetika modernisme dan kebebasan dari kontrol-kontrol tradisi. Pendek kata fenomena tersebut, bisa dipandang sebagai produk sekaligus simbol modernitas. Mungkin akan timbul, atau mungkin sudah timbul istilah ‘belum gaul klo belum kongkow di cafe atau ada yang lain rasanya klo satu hari belum ngupi atau belum minum es teler dan bersenda’.

Lifestyle atau gaya hidup menjadi kontruksi yang tak terelakkan. Fenomena warung kopi, fenomena es teler, merupakan ‘tapakan’ berikutnya dari yang sudah-sudah. Dimana memunculkan impersonalitas, mobilitas sosial dan spasial/ruang seiring dengan melemahnya kesadaran tentang ‘tempat’ dan hubungan sosial yang stabil. Hubungan menjadi hanya dipermukaan, sementara dan kompetitif serta perasaan terasing dan ketidakberdayaan. Pada gaya hidup, pemenuhan sudah mengalami fase lanjutan, tidak lagi pada tingkat kebutuhan namun pada tingkat identitas. Terlepas dari apakah tingkat kebutuhan utama sudah terpenuhi, terpenuhi secara berurutan atau sebaliknya, terjadinya loncatan pemenuhan kebutuhan tersebut. ”Peristiwa konsumsi menjadi salah satu proses yang membentuk seseorang. Dengan kata lain mengekplorasi bagaimana kita diproduksi sebagai subjek, dan bagaimana kita menjadi teridentifikasi dengan gambaran interaksi dan tingkatan pemenuhan kebutuhan”.15

Representasi interaksi sosial ini memunculkan keinginan orang perseorangan untuk berhubungan secara terbuka. Untuk menunjukkan pada tingkatan mana pemenuhan kebutuhan mereka. Establisment (kemapanan) individu yang akan dibagi dan diperlihatkan pada orang lain. Hal ini secara subjektifitas merupakan keinginan para individu untuk mendapat pengakuan diri mereka terhadap orang di sekelilingnya. Gans (1968)16, mengatakan bahwa faktor penting dalam pembentukkan gaya hidup bukanlah lokasi di mana orang hidup, melainkan kelas dan tempat sosial mereka dalam “siklus kehidupan keluarga”. Argumen ini lebih dekat dengan pandangan mereka yang melihat struktur-struktur dan transformasi kapitalisme sebagai kekuatan utama yang membentuk kehidupan kota. Materialisme menjadi elemen terpenting dari perkembangan dan menjadi unsur yang beriringan. 

Penjelasan fenomena ini, adalah jelas bagaimana aktivitas sosial terdistribusi secara spasial. Dalam ruang dan pola hubungan sosial dan menunjukkan bahwa semua tindakan sosial menempati ruang tertentu. Menyitir kata-kata Michel Foulcault ‘bahwa individu tanpa sadar dilokalisasikan dalam ruang konsep tertentu’.

Akhir kata, fenomena warung kopi, fenomena es teler ternyata tidak hanya sebentuk minuman penghangat atau minuman yang berisi aneka ragam buah-buahan, penyedap rasa atau lainnya. Namun, fenomena warung kopi, fenomena es teler ini juga merupakan konstruksi sosial dan kultural. Ia selalu dibarengi fenomena lainnya, ia adalah bukan sesuatu yang tunggal. Ia adalah juga sebab-akibat.

Dan ketika siang atau sore hari anda duduk di tempat penjualan es teler Selamat menikmatinya. Atau ketika malam hari anda duduk di salah satu warung kopi. Selamat menikmati kopi, atau minuman hangat lainnya. Dan jika suatu saat anda berkendara, melihat fenomena atau singgah di satu sudut kota “ Selamat datang di salah satu identitas kota ini. Dan selamat merenungi kajian budaya tentangnya. AhmadS.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Lady Gaga, Salman Khan