Mantra merupakan salah satu khazanah kebudayaan masyarakat Melayu yang diwariskan secara turun temurun. Berkaitan erat dengan pemikiran, kepercayaan dan corak hidup masyarakat pengamalnya. Namun minimnya interaksi mereka pada alam, menyebabkan mantra semakin tersisihkan dari pola hidup mereka.
Menurut Dosen Fakultas Keguruaan
dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Tanjungpura (Untan) Jurusan Pendidikan
Bahasa dan Sastra, Martono, suku melayu sangat kaya dengan karya sastra.
Ini sebagai bentuk ekspresi kehidupan masyarakat Melayu dimasa lampau yang
diwariskan secara turun temurun. Sehingga dapat menanamkan rasa cinta terhadap
kebudayaan sendiri.
Kesusastraan Melayu hidup dan berkembang di Kalimantan Barat
mengalami periode penciptaan yang saling mempengaruhi antar satu periode dengan
periode lain. Sastra lisan, bagian dari tradisi yang berkembang di tengah
rakyat jelata yang menggunakan bahasa sebagai media utama.
Isi dan bentuk sastranya lebih banyak bernuansa animisme, dinamisme, dan Hindu-Budha,
dan semua hasil karya tersebut dituangkan dalam bentuk prosa dan puisi. Untuk
puisi, tampak tertuang ke dalam wujud pantun, peribahasa, teka-teki, talibun,
dan mantra. Bentuk yang terakhir ini (mantra), sering dikenal dengan jampi,
serapah, tawar, sembur, cuca (cerca), puja, seru dan tangkal.
Tak hanya itu, mantra memperlihatkan
juga jejak peradaban yang mempengaruhinya. Sebelum Islam berkembang
di negara Indonesia tidak ada nuansa Islam sama sekali dan bentuknya adalah
sastra lisan. Dimana, budaya melayu merupakan perpaduan antara islam
budaya lokal yang terlebih dahulu dipengaruhi oleh Hindu – Budha.
Dalam kehidupan sehari-hari, jenis sastra ini biasanya
dituturkan seorang ibu kepada anaknya, tukang cerita pada pendengarnya, guru
pada muridnya, ataupun antar sesama anggota masyarakat. Untuk menjaga
kelangsungan sastra lisan ini, warga masyarakat mewariskannya secara turun
temurun dari generasi ke generasi.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia : 2001, Mantra diartikan
sebagai susunan kata berunsur puisi (seperti rima dan irama) yang dianggap
mengandung kekuatan gaib. Biasanya diucapkan oleh dukun atau pawang untuk
menandingi kekuatan gaib lain.
Mantra Dan Penggunaan
Mantra adalah suatu idiom atau kata khusus yang mempunyai arti tersendiri. Bahkan,
menyimpan kekuatan dahsyat yang terkadang sulit diterima akal sehat. Ciri-ciri
mantra yang memukau (lantaran permainan bunyi, pemanfaatan gaya bahasa), sugestif (anjuran, saran, pengaruh dan
sebagainya yang dapat menggerakkan hati orang dan sebagainya), dan membius
lantaran ketepatan ungkapan dengan kata-kata kongkret.
Menurut Peneliti Kebudayaan
Melayu Kalimantan Barat, Hemansyah, penggunaan mantra lebih eksklusif, karena
hanya dituturkan oleh orang tertentu saja, seperti pawang dan dukun karena bacaannya dianggap keramat dan tabu. Menurut
orang Melayu, pembacaan mantra diyakini dapat menimbulkan kekuatan gaib untuk
membantu meraih tujuan tertentu. Seperti untuk pengobatan, pelindung diri,
ataupun untuk melakukan suatu pekerjaan.
Bentuk Mantra ialah puisi
bebas, yang tidak terlalu terikat pada aspek baris, rima dan jumlah kata dalam
setiap baris. Dari segi bahasa, mantra biasanya menggunakan bahasa khusus yang
sukar dipahami. “Adakalanya, dukun atau pawang sendiri tidak memahami arti
sebenarnya mantra yang dibaca, ia hanya memahami kapan mantra tersebut dibaca
dan apa tujuannya,” ujar Dosen STAIN Pontianak dan mengajar mata kuliah
pendidikan Agama Islam di Universitas Tanjungpura pontianak.
Kemunculan dan penggunaan mantra
ini dalam masyarakat melayu, berkaitan dengan pola hidup. Secara khusus menurut
Hermansyah, tema yang muncul dalam mantra serta hal yang mengikutinya dapat
dibagi menjadi tiga yaitu kepercayaan/iman, syari’ah/ibadah dan akhlak.
Kepercayaan
/ Iman
Iman melibatkan pengakuan, pengucapan dan perbuatan yang merupakan
salah satu pilar utama sejarah islam. Mantra ini diakhiri dengan teks “berkat doa la ilaha illallah
muhammadarrasulullah’. Menunjukkan
kepercayaan bahwa tidak akan memiliki kekuatan apa-apa jika tidak mendapatkan
izin dari Allah. Dapatlah di contohkan pada mantra ini.
Tawar Racun
Summa kana innama balit ke ia
Bukan ku balit dibalit Allah
Bukan kuasaku kuasa Allah
Allah memakan hu’ menelan
Rampang jatuh ke laut baharullah
Berkat do’a la ilaha illallah
Berkat muhammadarrasullullah
(Sumber: Kahar,
Embau)
Syariah/Ibadah
Ibadah merupakan manifestasi dari pengakuan iman kepada
Allah dan kerasulan Nabi Muhammad. Untuk di Kalimantan Barat sendiri, penuturan
Hermansyah tidak banyak nilai ibadah yang terdapat dalam mantra melayu.
Misalnya mantra berikut menurut pengamalnya hanya akan berjaya jika diamalkan
selepas shalat wajib :
Untuk Keselamatan
Badan
Jibril di kanan
Mikail di kiri
Israfil di belakang
Izrail di muka
Allah pelindungku
Binasa Allah Binasa Aku
Tidak Binasa Allah Tidak Binasa Aku
(Sumber: Yati,
Pontianak)
Akhlak
Konsep akhlak dalam islam, tidak hanya dibatasi oleh
sopan santun antar sesama manusia, melainkan juga berkaitan dengan sikap batin.
Agak banyak mantra Melayu yang berisi konsep akhlak, terutama yang berkaitan
dengan kasih sayang. Misalnya seseorang yang mengamalkannya berharap tidak
terjadi perkelahian jika berjumpa dengan orang yang tidak menyenanginya.
Dimaksudkan agar semula memusuhi berubah sebaliknya dan menghilangkan rasa
permusuhan.
Ilmu Tidak Berlawan
Ilang luput tiada luput
Ilang mati tiada mati
Allah tiada mati
Muhammad pun tiada mati
Larilah engkau
Bukan kuasaku kuasa Allah
Berkat do’a la illaha illallah
Berkat Muhammad-ur-rasulullah
(Sumber : Anjang,
Embau)
Lanjut, Hemansyah, dalam
situasi dunia yang semakin terbuka seperti sekarang. Tentu saja berbagai
peradaban, termasuk peradaban barat mewarnai dinamika budaya dan peradaban
melayu. Oleh
sebab itu, semakin modern pola hidup masyarakat Melayu dan semakin jauh mereka
dari alam, maka mantra akan semakin tersisihkan dari kehidupan mereka.
”Paling tidak, generasi penerus
lebih memperhatikan khazanah budaya melayu khususnya Kalimantan Barat agar
tidak di gerus zaman,” imbuhnya.
(Ratih, April 2009)
1 komentar:
Sip
Posting Komentar