“Aku juga termasuk dari bagian
kehidupan dan salah satu dari ciptaanNya” begitu gumamku apabila aku terhanyut
dalam kesendirian. Seperti biasa aku di depan komputer, dan kuketik sesuatu
yang dapat ku tulis dari dalam otak sedikit agak terganggu akibat mengosumsi
antibiotik. Dari setiap kalimat beberapanya
tertulis sesuatu ungkapan dan uneg-uneg, daripada dipendam dan aku pikir
lebih baik tersalurkan melalui tulisan dan akan lebih berarti lagi bila
tulisan-tulisan ini dapat dibaca oleh orang-orang yang memang bagian dari
bayang-bayang slalu menemaniku saat terlamun, lalu jadi mengetahui jelas dalam
pikiranku.
Kebanyakan
kawan atau orang-orang terdekat hanya mengetahui sekilas tentang sebatas logika
perilaku, tapi tidak mengerti apa yang sebenarnya bagaimana apa yang memang
terjadi pada realita permasalahannya, sesungguhnya seingkali aku telah
menceritakan tapi semua bagai angin lalu begitu saja sirna sejalan dengan
pergantian musim. Ya memang begitu kehidupan tidak semuanya sempurna, kadang
menjadi seorang penyendiri sangat menyenangkan dan bebas apa saja yang mau
dilakukan, dan bebas berkhayal seperti tanpa ada yang membangungkan kita saat
bermimpi indah.
Lebih
aneh lagi setiap aku bercerita selalu pendapat dari orang yang mendengarkan
cerita pribadi entah itu masalah menggangap apa yang terjadi memang kesalahan
yang timbul dari dalam diriku, jadi semua saja ketika aku ingin mencoba menjadi
bagian daripada orang lain tidak akan sejalan dengan apa yang sebenarnya aku
inginkan. Mencoba sekali, dua kali aku masih ada semangat tapi untuk seterusnya
rasanya makin lemah. Percuma, mungkin orang lain yang mengalami seperti
kejadian ini menyebutnya dengan kata percuma,
tapi tidak pada diriku. Jelasnya percuma itu hanya ungkapan rasa putus asa,
dan kata percuma lebih senang aku menyebutnya sebuah pembelajaran, dimana
maknanya dalam belajar tidak akan langsung mengerti dan memahami apa yang dipelajari.
Seseorang
terlihat munafik apabila dia selalu sukses dengan apa yang dijalani, sesekali telingaku mendengar beberapa
kata-kata menyebutkan bahwa dirinya seakan keadaan sedang bersahabat, memang
seperti lelucon atau guyonan apabila keadaan memang bersahabat, sepertinya
orang itu mengetahui bagaimana keadaannya. Keadaan tidak bisa turut campur, keadaan
hanya sebuah kiasan. Cobalah untuk berpikir untuk tidak melibatkan keadaan,
hanya dari pemikiran kita akan mengetahui jelas bagaimana memainkan sebuah
persoalan untuk menemukan kata kuncinya, dari persoalan itu baru tercipta
keadaan sebenarnya yang akan terjadi.
Sejenak
kuberangkat dari tempat duduk lalu kuambil sebatang rokok didalam kantung
celana jeans, lalu kubakar dan kunikmati sembari menanti imajinasi-imajininasi
baru walaupun sebuah khayalan tetapi bisa tersalurkan daripada melakukan yang tidak
penting lainnya yang mengganggu orang lain. Jam di dinding menunjukkkan satu
menjelang subuh, tetap saja kedua mataku belum juga mengalah sekedar untuk
memejamkan mata. Imsonia mungkin orang menyebutnya begitu hampir setiap malam
aku dapat terlelap apabila malam telah larut bahkan meyambut ayam berkokok
tetap saja masih didalam alam sadar.
“Karena
apa atau mengapa sebabnya?”
Jujur akupun tidak mengerti kapan mulai terkena imsonia,
biasanya yang dilakukan apabila penat sudah datang sekedar pengantar malam,
menghisap rokok dan baca buku, walaupun budaya baca pada diriku sudah menurun
tetap saja kadangkala buku itu bisa menjadi teman pengetahuan, pengalaman
bahkan sebagai khayalan. Komputer juga sebagai terman malam yang cukup
menyenangkan apabila tidak ada masalah cuma begitulah dasar komputer butut
sering keluar masuk bengkel, apa ikut-ikut penat? Maklumlah komputer diruangan
itu ibarat manusia tua dengan berbagai macam menyimpan banyak pikiran,
untunglah komputer ini tidak seperti manusia aslinya, seperti aku juga sich
kadangkala lupa menyimpan sesuatu, lupa dimana menepatkanya .
Sampai
saat ini berbagai macam bacaan paling jarang membaca buku materi perkuliahan,
“uh...uh” tahu sendiri materi-materi yang dipelajari di perkuliahan memang,
memang dan memang menjenuhkan, terlihat riil isi buku materi menurut tidak
mutlak dan berbeda dengan sosilogi realitasnya. Memang dari dulu sampai
sekarang pada tiap buku yang dibaca
mempengaruhi pola pikir lalu terciptalah perilaku dan karakter-karakter.
Hey... buku, temanku
Jangan buat aku gelisah
Biarlah aku berpikir
Sesuai alur pikirku
Cuma engkau
Menemani aku untuk saat ini
Tidak ada seorang pribadi
Datang dan menemani
Dikala penat itu datang
Dari
berbagai buku yang pernah kubaca, sangat membentuk mental dan spirit sebagai
manusia walaupun tidak semua buku yang kubaca srek. Terkadang dalam
pikiran ku berontak karena tidak setuju dengan tulisan para penulis. Termasuk itu semua menjadi
bagian sesuatu kehampaan mengajak dalam kesenyapan dan membangkitkan khayalan,
lamunan itu sangat indah untuk menghilangkan kebosanan dalam penat.
Ketertarikanku ingin bersahabat dengan buku diawali ketika sedang iseng-iseng
teman ku memperlihatkan buku yang baru dibelinya dari toko buku. Ada rasa ingin
tahuku timbul mengapa teman ku suka membaca novel seperti itu, padahal dari
sampulnya tidak ada yang menampakan novel tersebut bagus. Kuraih novel dari
tangan lalu kubaca sipnopsis di halaman belakang.
“Bacalahlah,
mungkin kau akan bisa terbiasa untuk menikmati isi buku, tenang saja kali ini
aku rela untuk membiarkan dirimu menjamah isi buku ini lebih dulu dari pada
aku” kata teman ku seketika aku membaca sipnosis novel tersebut. sesudah sampai
rumah aku, ganti pakaian sambil baring ditempat tidur khusus berbentuk seperti
ayunan biasa disebut hammock, kucoba untuk memulai novel tanpa didampingi musik
pengiring yang biasa melekat dikedua telinga dengan lagu-lagu punk walau
sesekali mendengar lagu melow saat santai di hammock.
Hmmm... ternyata isinya bagus
juga walau tidak menggambarkan isi cerita dalam novel tanpa cinta yang sarat
mencerminkan seksualitasnya. Novel tersebut menceritakan seorang laki-laki
bernama kocu ditengah kebingungan terhadap sesama manusia yeng mempunyai agama,
kocu yakin setiap agama mendidik pemeluknya untuk terciptanya kedamaian. Tetapi
dilihat hati kocu berkata mengapa mereka atas dasar agama berbuat anarkis
membuat jadi kacau sehingga terjadi konflik.
Memang susah nilai-nilai murni
agama itu melekat pada manusia sekalipun dia itu tokoh agama. Dari apa yang
kubaca novel tersebut mengajarkan aku untuk melihat pada realita moral, yang
justru memang terjadi walau tidak pernah kualami lansung dan hanya mendengar
dari orang yang pernah mengalami serta melihat dari media massa saja.
Mudah-mudahan saja ajaran itu bisa melekat selalu di jiwaku tentang kedamaian
yang seharusnya dimiliki manusia beragama.
Hari pun semakin larut, kulihat
dari beningnya kaca jendela kamar tanpa kututup kain horden nampak bulan sudah
tertutupi awan serta kelap-kelip bintang tidak lagi menghiasi langit indah yang
sering kutatap saat aku bersandar di tempat tidur sambil menunggu peri mimpi
mengajak berjalan-jalan kedunianya. Perlahan-lahan kedua mata ini tertutup
setelah sesekali nada-nada haaaa,haa... dari mulut ini lebih dulu menyambut.
Biarlah
hari-hari ini sebagai hariku dan hari esok mejadi mimpi dan harapan sampai
saatnya kuraih kemenangan dalam batin meskipun orang lain tidak terlibat dalam
mimpi dan harapan itu. Hanya alur waktu
dan detak jam menemani aku, kadang seiring waktu itu pula yang merubah diriku.
Tanpa sadar aku sudah larut dalam tidur tanpa memimpikan sesuatu yang berarti,
hanya pelepas lelah belaka karena tubuh ini butuh ketenangan. Bedanya tidur
bisa dipaksakan tapi untuk ketenagan jiwa tidak semudah itu untuk menjadi tenang. (Nawa)
0 komentar:
Posting Komentar