Thank's For

Potret Kepemimpinan Asniar


            Masa kepemimpinan Asniar Ismail sebagai Rektor Untan hanya tinggal hitungan bulan. Setelah empat tahun menjabat, banyak hal yang telah dilakukannya demi kemajuan Untan. Namun, tidak sedikit yang belum terjamah dan masih menunggu perhatian. Apa saja yang menjadi catatan penting sebagai bekal Rektor terpilih mendatang ?
           
            Untan memiliki visi pada 2020 menjadi institusi preservasi dan pusat informasi ilmiah Kalimantan Barat serta menghasilkan lulusan yang bermoral Pancasila dan mampu berkompetisi di tingkat daerah, nasional, regional maupun internasional. Untuk mencapai visi tersebut, tentu saja berbagai kekuatan pendukung mesti bisa dimanfaatkan. Untan juga perlu membangun langkah demi langkah dengan satu strategi
yang terencana dengan baik. Namun meski demikian, tampaknya hingga 2006 ini Untan masih belum mengarah pada terwujudnya visi untan tersebut. Setidaknya hal ini terlihat dari beberapa sisi, seperti yang disampaikan beberapa dosen Untan.
            Dr. Fariastuti memberikan penilaian berdasarkan Paradigma Baru Perguruan Tinggi (PT) yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi (Dikti). Menurutnya ada Lima Paradigma Baru PT yang harus dilaksanakan yaitu Mutu, Evaluasi Diri, Akreditasi, Otonomi, dan Akuntabilitas dengan isu strategisnya yaitu Leadership, Relevance, Academic Atmosphere, Internal Management, Sustainability, Efficiency dan Productivity, Accessibility dan equity.
Menurut dosen Fakultas Ekonomi ini, 5 Paradigma Baru PT inilah yang belum  benar-benar dilakukan oleh Untan. Dari mutu, lulusan Untan belum mampu bersaing di pasar kerja. Dalam hal evaluasi diri, Untan sangat jarang melakukannya. Bahkan di tingkat universitas evaluasi diri baru sekali saja dilakukan. “Bagaimana kita bisa bekerja lebih terarah dan meningkatkan pelayanan terhadap mutu kalau kita jarang melakukan evaluasi diri,” katanya.
Di Internal manajemen, masa kepemimpinan Asniar masih sangat kurang. Hal ini tercermin pada tidak adanya Untan dalam angka, artinya Untan belum memiliki database yang jelas dan akurat. Tidak akuratnya database yang dimiliki Untan saat ini mengakibatkan Untan tidak tahu berapa jumlah aset yang dimiliki, ini juga dipastikan akan melemahkan monitoring aset Untan. “Bagaimana kita dapat mengambil keputusan yang tepat kalau datanya saja tidak tepat,” ujar Fariastuti yang juga pernah menjabat sebagai ketua Pusat Penjamin Mutu Untan.
Dr M Rif’at, dosen FKIP Untan juga memberikan penilaian yang senada. Menurutnya ketidakjelasan yang mendasar di Untan yaitu manajemen sistem yang belum optimal. “Pembagian tugas antar unit-unit kerja masih belum jelas sehingga banyak unit kerja di Untan berjalan sendiri-sendiri, tidak terkontrol dan tidak ada laporan pertanggungjawabannya,” katanya.
            Sementara itu Dr Mardan Adiwijaya M Si, dosen Fakultas Pertanian, juga memberikan penilaian senada dengan Rif’at soal ketidakbenaran manajemen sumber daya manusia di Untan. Menurut Dosen pertanian untan ini pelimpahan tugas dan wewenang yang diberikan kepada seseorang tidak sesuai dengan bidang keahliannya menyebabkan dosen dan karyawan di Untan kurang mampu melakukan kreativitas dan inovasi dalam bekerja.
            “Ibarat tukang sate disuruh buat bakso. Walaupun dia bisa tetapi bukan ahlinya pasti hasilnya tidak akan maksimal. Nah inilah yang terjadi di Untan, banyak dosen disuruh mengajar tidak sesuai dengan bidang keahliannya,” ungkapnya dengan mimik muka tegang.
Buruknya manajemen sumber daya manusia di Untan tidak hanya terjadi pada pelimpahan tugas dalam mengajar tetapi juga terjadi pada pelimpahan jabatan yang ada. “Wajar kalau unit-unit kerja di Untan dalam melaksanakan kegiatannya semakin tidak terarah dan tidak terkontrol. Dalam kenyataannya, banyak unit kerja di Untan yang terhenti kegiatannya karena tidak diberikan kepada yang ahlinya,” kata Mardan.
Oleh karena itu, Mardan menilai, wajar saja jika unit-unit kerja tersebut sering tidak berjalan disebabkan Untan tidak memiliki mekanisme kerja antar komponen dalam struktur organisasi.
Fakta ini menunjukkan, selama empat tahun kepemimpinan Asniar, ia gagal dalam mengelola sumber daya manusia di Untan. “Kurikulum yang tidak sesuai dengan kebutuhan, fasilitas yang  belum memadai, manajemen sistem belum optimal, data base yang masih rendah. Padahal dengan manajemen SDM yang tepat Untan pasti maju,” tegasnya.        
            Penilaian lain adalah pada komitmen Untan terhadap pelayanan mutu pendidikan.  Rif’at mengatakan, Kalbar akan semakin tertinggal jauh dari daerah lainnya di Indonesia karena Untan yang merupakan satu-satunya perguruan tinggi negeri dan terbesar di Kalbar ternyata tidak mampu menyediakan lulusan yang bisa menjadi ahli-ahli untuk mengelola sumber daya alam Kalbar.
            “Jangan mengharapkan Kalbar maju kalau Untan belum dapat memberikan komitmen terhadap mutu pendidikan dengan cara memberikan layanan pendidikan kepada masyarakat sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat Kalbar,” ungkap Rif’at. Lulusan yang dihasilkan Untan pun juga dianggap belum mampu bersaing dan menjawab kebutuhan pasar kerja baik di tingkat lokal, nasional, dan regional.
            Ungkapan Untan hanyalah sebagai produsen gelar sepertinya mendekati kebenaran. Untan dikatakan semakin melenceng dari visi dan misinya. Arah pengembangan Untan juga semakin jauh dari tujuannya. Hal ini dapat diukur dari kurikulum yang digunakan Untan masih belum sesuai dengan kebutuhan daerah.
            Fakultas Kehutanan dan Fakultas Pertanian yang beberapa tahun terakhir ini kehilangan peminat semakin memperkuat fakta bahwa tidak ada arah kebijakan yang membuat suatu keputusan institusi secara responsif terhadap kebutuhan pasar.
            “Padahal sudah jelas bahwa sampai tahun 2015 dilihat dari proyeksi penyerapan tenaga kerja bidang pertanian dan kehutanan masih menjadi urutan nomor satu dalam hal jumlah penyerapan tenaga kerja yang dibutuhkan,” jelas Rifa’at.
            Dikatakannya seharusnya perguruan tinggi itu bisa menghasilkan lulusan yang kreatif dan inovatif. “Bagaimana perguruan tinggi bisa menghasilkan lulusan yang dapat berenterpreneurship kalau yang dibangun justru warung dan taman yang indah bukannya ruang kuliah dengan prasarana belajar yang memadai, literatur perpustakaan yang cukup, dan perlengkapan laboratorium yang lengkap,” tambahnya lagi.
            Yang tidak kalah penting untuk mengukur baik buruknya suatu perguruan tinggi, menurut Rifa’at, dilihat dari bagaimana komitmennya terhadap pemberantasan korupsi. “Untuk mengetahui ada tidaknya korupsi di Untan ada tiga pertanyaan yang dapat diajukan yang pertama apakah Untan sudah melakukan transparansi? kedua apakah di Untan sudah ada rasa responsibility? ketiga apakah Untan sudah mejalankan akuntability? Sampai saat ini Untan belum melakukan ketiga hal tersebut,” ungkapnya. 
Tidak produktifnya dosen dan karyawan di Untan juga dikritik tajam oleh dosen Fakultas Ekonomi ini. Dari hasil evaluasi yang pernah dilakukan ada tenaga administrasi di Untan yang kerjanya hanya 20 menit dalam sehari. “Ini yang menyebabkan organisasi di Untan tidak sehat,” kata Fariastuti.
Orientasi kerja yang dilakukan oleh Asniar selama kepemimpinannya dinilai masih bersifat orientasi investasi bukannya orientasi kegiatan. Orientasi investasi melihat keberhasilan dari peningkatan jumlah dosen S2/S3, peningkatan jumlah buku di perpustakaan, gedung baru, teknologi pembelajaran baru, bertambahnya komputer dan peralatan laboratorium, pembentukan fakultas baru.
“Mestinya orientasi kerja itu mengacu pada kegiatan dengan melihat keberhasilan lebih kepada peningkatan jumlah kehadiran dosen dalam mengajar, peningkatan jumlah publikasi dosen, peningkatan pelayanan kepada mahasiswa, peningkatan daya saing lulusan Untan di pasar kerja,” papar Fariastuti mengakhiri pembicaraan.
Persoalan kedisiplinan karyawan Untan menjadi catatan merah di masa rektor Asniar. Ketua Badan Perencanaan Untan, Murni Safwan mengakui bahwa setelah zaman rektor Hadari Nawawi berakhir kedisiplinan dari karyawan Untan sangat anjlok. Banyak dari karyawan Untan yang sering berkeliaran keluar pada saat jam kantor. ”oknum-oknum pegawai ini kalau di ingatkan tidak pernah merasa salah karena memang mentalnya sudah parah sekali,” katanya.
Menurunnya dedikasi pegawai-pegawai Untan dalam memberikan pelayan kepada mahasiswa ini terutama dari jam buka kantor yang sering tidak tepat waktu pulang sering awal sebelum waktunya jam kantor tutup. ”Seharusnya jam kantor masuk jam 07.00 pulang jam 14.00 tetapi yang terjadi jam 08.00 karyawan belum datang, jam 13.00 karyawan sudah banyak yang pulang.  Memang harus diakui soal kedisiplinan pegawai Untan betul-betul kacau, ” ungkap Murni.
 Sebagai Pembantu Rektor IV di masa kepemimpinan Asniar, Prof. Ir. M. Alamsyah HB, mengakui ada hal yang sangat menghambat mekanisme kerja di Untan yaitu terlalu gemuknya struktur kelembagaan di Untan, mulai dari struktur di tingkat Universitas sampai pada tingkat fakultas. “Banyaknya lembaga dan unit kerja di Untan membuat mekanisme kerjanya tidak efektif dan tidak terkontrol dengan baik,” katanya. Tidak adanya audit internal yang dilakukan membuat lembaga atau unit kerja ini seringkali tidak melakukan laporan pertanggungjawaban dari kegiatannya. “Kalau ada masalah yang terjadi baru larinya ke Untan,” ujarnya pada MIUN.
Yang cukup berdampak fatal ke depannya, menghadapi BHPT (Badan Hukum Pendidikan Tinggi), Untan belum cukup mampu dalam membuat terobosan-terobosan untuk mencari sumber pendapatan. “Kalau Untan menaikkan SPP mahasiswa, melihat kondisi perekonomian masyarakat Kalbar sangat tidak mungkin. Bisa dipastikan Untan tidak laku kalau menaikkan dana SPP tetapi tidak memberikan jaminan terhadap pelayanan mutu pendidikan,” ungkapnya ketus.
Kerugian yang paling fatal bagi Untan menurut Alamsyah, Untan tidak mampu menjadi pusat riset lahan gambut. “Seharusnya pusat riset lahan gambut di dunia ada di Kalbar, khususnya di Untan bukan di tempat lain karena Kalbar merupakan daerah lahan gambut,” ungkapnya.
Dari sektor hasil-hasil penelitian, Untan belum memiliki karya yang bisa dibanggakan. Tidak satu pun hasil penelitian di Untan mendapat akreditasi. Ini terjadi karena kurang didukung fasilitas laboratorium yang lengkap. “Manajemen laboratorium kurang optimal, kerjasama dengan pihak luar kurang baik, dan dosen-dosen yang melakukan penelitian lebih berorientasi pada pengerjaan proyek. Inilah yang memuat Untan kurang bisa berprestasi,” bebernya. Benar saja, sampai saat ini Untan belum memiliki jurnal penelitian yang terakreditasi. ()


0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Lady Gaga, Salman Khan