Thank's For

Skripsi hanya dianggap beban


SUDARSONO, MA, PhD:

Saat mahasisiwa menginjak akhir masa perkuliahannya, tak asing lagi tugas akhir atau yang biasa disebut skripsi menjadi syarat utama untuk meraih gelar sarjana. Namun tak jarang skripsi hanya dianggap beban bagi beberapa kalangan mahasiswa. Ini mengindikasikan maraknya percaloan skripsi yang terkadang berkedok biro konsultasi. Berikut petikan wawancara Kru Majalah Mimbar Untan dengan Sudarsono, MA, Phd lulusan IKIP Jogja (sekarang UNY) jurusan Bahasa Inggris. S2 dan S3 di Latrobe, Australia, sekarang
sebagai ketua PPM (Pusat Penjamin Mutu) Untan.

Menurut Bapak sejauh mana perkembangan skripsi mahasiswa Untan saat ini?
Sekarang hal-hal yang berkenaan dengan skripsi mahasiswa menjadi pembicaraan, soal perlu tidaknya skripsi bagi mahasiswa. Karena banyak sekali sumber-sumber yang mengindikasikan kalau pembuatan skripsi itu hanya menjadi beban bagi mahasiswa. Jika seorang mahasiswa yang akan selesai ditanya kamu tinggal apa? Lalu dijawab saya tinggal skripsi, bayangan dia itu beban. Artinya, dia itu kalau bisa lari dari mengerjakan skripsi. Dari sisi psikologis ini yang menjadi masalah. Kalau seorang mahasiswa itu sudah melihat membuat skripsi itu beban bukan bagian dia mengembangkan diri untuk mengerjakan satu topik tertentu kemudian dia kaji secara mendalam, maka dia akan menjadi pragmatis.

Lalu, bagaimana dampaknya?
Banyak sekali lampiasan-lampiasan dari sisi pragmatis sehingga ia tidak ingin masuk ke dalam sebuah proses yang sebenarnya, bagaimana membuat proposal, bagaimana menjabarkan dalam bentuk penelitian itu sendiri lalu bagaimana ia menjabarkan dalam bentuk skripsinya. Jadi biar lebih gampang dia merubah sedikit saja dari skripsi yang sudah ada. Hal ini akan berdampak ke depannya ketika ia sudah menjadi sarjana. Diberi tugas jadi guru tidak bisa, jadi pegawai tidak bisa terpaksa masuk LSM yang kebetulan bergerak di bidang penelitian. Disitu ia baru menyadari betapa sulitnya untuk melakukan penelitian karena ketika jadi mahasiswa tidak dikerjakan secara totalitas. Padahal sebenarnya seorang mahasiswa ketika sudah membuat skripsi, ia harus sudah bisa dari  A-Z sebuah penelitian. Ini bisa juga dilihat dari kesiapan mereka ketika mau menulis skripsi. Hampir banyak diidentifikasi seorang mahasiswa baru ribut mempersiapkan skripsi ketika ia memasukkan skripsi itu sebagai bagian dari perkuliahan di semester 8 atau 9. Baru ribut cari judul, buat latar belakang, permasalahan, dan lain-lain. Padahal seharusnya ditargetkan semester itu ujian langsung wisuda. Inilah yang akhirnya mengarah pada pragmatisme. Sehingga skripsi menjadi sulit dipertanggungjawabkan, apakah anak itu telah melalui proses yang harus dilakukan sebagai seorang calon peneliti.

Jika skripsi dianggap beban, solusinya?
Sebagai akademisi harus mencarikan sebuah solusi. Bagi yang tidak mampu harus ada solusi tidak mengharuskan itu. Dan yang mampu dipersilahkan untuk membuatnya tetapi secara professional dan bisa dihayati. Kalau di perguruan tinggi luar negeri ada sistim yang disebut Full Course System artinya dalam masa studinya selama setahun itu hanya dilakukan kegiatan perkuliahan saja. Lalu di setiap perkuliahan itu ada tugas yang diberikan. Begitu selesai kuliah mendapat nilai dan mahasiswa jadi tidak ada ujian. Ada juga yang sistimnya sebagian-sebagian, sebagian kuliah, sebagian ujian tapi proporsinya rasional. Kalau disini kita kuliah 140 sks, skripsi 4 sks tapi yang 4 bisa membatalkan yang 140 jadi tidak fair.

Apakah ada aturan tentang jasa konsultasi/bimbingan skripsi?
Yang mengetahui seorang mahasiswa itu mengerjakan sendiri skripsinya adalah penguji. Penguji yang sudah berpengalaman dan profesional itu tahu mana mahasiswa yang membuat sendiri skripsinya dan mana yang dibuatkan orang lain. Ada trik-trik khusus untuk mengetahui hal itu. Dari segi bahasanya, bahasa mahasiswa dengan bahasa orang yang sudah sarjana itu beda. Aturannya jelas ada jika ketahuan skripsinya dibuatkan orang lain, maka harus dibatalkan. Tapi untuk membuktikan hal itu sulit. Contoh di UGM, seorang mahasiswa ketahuan plagiat maka jurusan membatalkan ijazah melalui sidang jurusan yang mengusulkan pada universitas untuk mencabut ijazah tersebut. Untuk Untan sendiri sampai saat ini belum pernah mendengar tapi jika ada jurusan berhak untuk membatalkannya. 

Lalu bagaimana membantu mahasiswa menyelesaikan penelitian/ skripsi?
Hal ini merupakan tugas dari pembimbing yang harus menempatkan dirinya sebagai pembimbing, menjalankan tugasnya membimbing mahasiswa yang bersangkutan. Kedua, dari mahasiswanya sendiri harus punya sebuah keyakinan pada dirinya bahwa menyelesaikan skripsi bukan hanya satu-satunya tugas untuk menyelesaikan studinya tapi setelah nanti di luar ada satu output yang berbeda kalau dia menjadikan skripsi sebagai sebuah proses meneliti.[]   

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Lady Gaga, Salman Khan