Cici,
mahasiswi Fakultas IKIP
“Dosen terlalu sibuk dengan urusan fakultas sehingga
mengorbankan mahasiswa asuhannya dalam menyusun skripsi. Sebenarnya saya sangat mengerti dan menyakini ini demi
kebaikan FKIP untuk masa mendatang, tapi kami juga mempunyai kewajiban untuk
membahagiakan orang tua dengan segera menyelesaikan kuliah yang sudah berjalan
sekian lama dan tak sesuai dengan target. Sesungguhnya kami mempertanyakan
apakah hak mahasiswa yang merupakan masa depan kami ini harus menjadi nomor
dua. Sementara banyak tawaran kerja yang datang harus di tolak karena tak mau
mengganggu dalam proses penyelesaian sehingga nanti akan berjalan lancar tanpa
ada beban karena belum menyelesaikan kuliah”.
Maia,
mahasiswi Fakultas Pertanian angkatan 2002
“Waktu menyusun skripsi sempat down dan stres karena saya
belum bisa adaptasi dengan kondisi untuk outline yang siap dikritik. Seperti dengan
dosen pembimbing yang belum bisa satu persepsi/pemikiran mengenai permasalahan
yang diangkat. Masalah ini membuat saya vakum selama dua bulan dalam menyelesaikan
outline.
Masalah tidak hanya sampai di situ saja. Saat turun
penelitian ternyata petani (responden) yang akan saya wawancarai sebagian besar
enggan berkomentar. Saya bingung, jika keadaan begini terus, saya tidak akan memperoleh data responden. Saya kembali
vakum kurang lebih satu minggu karena mencari teman-teman yang berdomisili di
tempat penelitian. Setelah bertemu dengan orang yang dimaksud, saya
mengutarakan permasalahan dan hambatan yg saya temui di lapangan. All Praist to Allah, Tuhan mempermudah
jalan penelitian saya.
Meski data responden telah didapat, saya kembali
tersandung dengan penulisan skripsi yang di mata dosen pembimbing kurang runtut/sistematis.
Kemudian di saat seminar hasil, hasil dan pembahasan dikupas habis-habisan.
Istilah populer di kalangan mahasiswa adalah “dibantai”. Benar-benar menguras
adrenalin dan memacu jantung untuk bekerja lebih keras agar otak berjalan
prima.
Meski banyak masalah yang dihadapi, saya bersyukur
memiliki teman-teman yang selalu menyemangati sehingga saya terus berusaha untuk
menyelesaikan skripsi lagi .”
Tak terasa, detik-detik terakhir menjelang pelepasan
almamater segera tiba. Ungkapan senang campur gembira disertai dengan perasaan
berdebar-debar dalam menjalani sidang kompre begitu membuncah di hati. Dalam
benak saya saat itu hanyalah bagaimana menjawab pertanyaan dengan pernyataan
yang singkat dan efisien. Tak saya pungkiri, begitu banyak saran-saran
konstruktif agar tulisan ilmiah sempurna di mata kaum ilmiah. It`s OK untuk
kesempurnaan skripsi”.
Icha,
mahasiswi Fakultas Hukum angkatan 2003
“Cobaan dalam menyusun skripsi sempat membuat saya
pesimis untuk bisa wisuda pada semester ini. Kendalanya datang dari dosen
pembimbing yang membuat saya harus siap menunggu beliau berjam-jam untuk
konsultasi walaupun belum tentu bisa bertemu. Pernah saya menunggu sampai dua
jam lebih namun akhirnya tidak jadi dan harus kembali esok harinya. Kesabaran
saya kembali diuji pada waktu jadwal seminar saya diundur karena beliau tidak
bersedia menerima undangan dengan alasan saya terlambat memberikannya. Padahal
saya sudah berusaha memberikannya namun selalu terkendala dengan jadwal beliau.
Setiap kali bertemu dan berkonsultasi juga, saya tidak pernah memberikan
pendapat, semua sesuai dengan kehendak beliau. Saya tahu itu juga untuk
kebaikan saya tapi saya agak sedikit menyayangkannya karena sebagai mahasiswa
saya juga mempunyai hak untuk mengutarakan pendapat. Selain itu, persoalan juga
datang dari pihak akademik, proses administrasinya cukup memakan waktu. Sempat
juga sertifikat TOEFL dan magang saya tertukar dengan mahasiswa lain yang akhirnya
saya mencarinya sendiri”. []
0 komentar:
Posting Komentar