Thank's For

Folklor Melayu Atas Pontianak

“Ada dua folklor melayu yang mendasari penamaan pontianak. Pontianak artinya ayunan anak. Ada pula yang mengartikannya sebagai kuntilanak atau hantu perempuan”, ungkap  juru bicara kesultanan keraton kadariah, Syarif Selamat Yusuf Alkadrie.
Kakek berusia 71 tahun ini mengatakan ketika Masjid Jami’ yang jadi cikal-bakal Pontianak ini didirikan ada banyak ayunan anak dari keluarga yang dipekerjakan pendiri kota pontianak Syarif Abdurahman Alqadrie.
“Pekerjanya merupakan suku asli Kalbar,” tutur keturunan ke-7 Syarif Abdurahman Alkadrie ini. Suku Dayak bertemu rombongan Syarif Abdurahman Alkadrie saat mencari hasil hutan. Saat itu rombongan dari Kerajaan Mempawah ini berniat untuk syiar islam.
Perjalanan rombongan ke kota Seribu Sungai ini juga diganggu Kuntilanak. ” Kuntilanak itu sifatnya mengilai atau tertawa yang sangat menyeramkan dan menyukai pria’, ungkapnya. Kakek yang akrab disapa Simon ini menceritakan hantu perempuan itu berhasil di usir Syarif Abdurahman Alkadrie dengan dibacakan do’a.
Pada 23 Oktober 1771 Masehi, rombongan Syarif Abdurrahman Alkadrie mulai menebas hutan di persimpangan tiga Sungai Landak Sungai Kapuas Kecil dan Sungai Kapuas untuk membangun Surau.  “Awalnya masjid ini hanya surau yang atapnya dari daun ilalang dan bambu sebagai tiangnya,” kata Mahasiswi Arsitektur Fakultas Teknik Untan Yeti Asriyati.
Dua tahun setelahnya barulah Syarif Abdurahman Alkadrie mencari tempat tinggal. Menurut Sepupu Simon, Syarifah Kalsum Alkadrie (69) pencarian itu dilakukan dengan menembakkan meriam dari masjid jami. “Nah, letak jatuhnya peluru meriam itulah yang dijadikan lokasi Keraton kadariah,” pungkas cucu Syarif Muhamad Alkadrie, sultan ke-4 kerajaan pontianak ini. Keraton ini hanya berjarak sekitar 200 meter di sebelah timur Masjid Jami.
Setelah itu, kata Kalsum, Syarif Abdurahman Alkadrie kembali menembakkan meriam dari mesjid jami ke arah yang berlawanan dengan keraton untuk mencari tanah pemakaman anggota keraton. Lokasi jatuhnya peluru tersebut berada di batu layang bernama Makam Kesultanan Pontianak.
Pada 1192 H, Syarif Abdurrahman dikukuhkan menjadi Sultan pada Kesultanan Pontianak. Letak pusat pemerintahannya terletak di Kelurahan Dalam Bugis Kecamatan Pontianak Timur.
Karena letaknya strategis, pontianak timur dijadikan tepat persinggahan kapal-kapal besar dari luar. Di awal abad ke-19 orang cina datang untuk berdagang. Karena dagangannya banyak membantu Sultan menjalankan roda kepemerintahannya. Akhirnya sultan menempatkan cina di pontianak utara.
“Ketika itu pontianak timur yang merupakan kawasan keluarga kerajaan dan pekerjanya hanya sekitar 9.000 jiwa sedangkan kota cina mencapai sekitar 12.000 jiwa. Akhirnya kota ini dikenal sebagai kota perdagangan,” tutur Soedarto.
Pada 1778 datanglah kolonialis Belanda dari Batavia (Betawi) utusannya Petor (Asistent Resident) dari Rembang bernama WILLEM ARDINPOLA, dan mulai pada masa itu bangsa Belanda berada di Pontianak. Sultan Pontianak menempatkan Belanda di seberang Keraton Pontianak yang terkenal dengan nama TANAH SERIBU (Verkendepaal).
5 Juli 1779, Belanda membuat perjanjian (Politiek Contract) dengan Sultan Pontianak tentang penduduk Tanah Seribu (Verkendepaal) untuk dijadikan tempat kegiatan bangsa Belanda. Disana belanda banyak mendirikan perkantoran dan tempat tinggal.
Sekitar tahun 1821 M/1237 H semasa Sultan Syarif Usman (1819-1855 M), sultan ke-3 Kesultanan Pontianak,  suraupun direnovasi jadi masjid. Adapun pembuktian atas renovasi yang dilakukan Sultan Syarif Usman dapat dilihat pada inskripsi huruf Arab yang terdapat di atas mimbar masjid yang menerangkan bahwa Masjid Jami‘ Sultan Abdurrahman dibangun oleh Sultan Syarif Usman pada hari Selasa bulan Muharam tahun 1237 Hijriah.
“Saat renovasi itu tiang bambu kemudian diganti dengan kayu belian,” katanya.
Mayoritas konstruksi bangunan masjid terbuat dari kayu belian pilihan. Dominasi kayu belian masih dapat dilihat pada pagar, lantai, dinding, menara, dan sebuah bedug besar yang terdapat di serambi masjid. Enam tonggak utama (soko guru) penyangga ruangan masjid yang berdiameter 60 sentimeter juga terbuat dari kayu belian. Konon, tonggak-tonggak tersebut telah berusia lebih dari 170 tahun. Selain enam tonggak utama, terdapat empat belas  tiang pembantu yang berfungsi sebagai penyangga ruangan masjid.
Masjid dengan panjang 33,27 meter dan lebar 27,74 meter ini merupakan masjid yang undak (seperti tajug ala arsitektur Jawa) paling atasnya mirip mahkota atau genta besar khas arsitektur Eropa.
Seperti bangunan rumah Melayu pada umumnya, masjid ini juga memiliki kolong di bawah lantainya. Meski persis berada di atas air Sungai Kapuas, masjid ini tidak pernah kebanjiran karena fondasi masjid berjarak sekitar satu setengah meter di atas permukaan tanah.
Pengaruh arsitektur Eropa terlihat pada pintu dan jendela masjid yang cukup besar, sedangkan pengaruh Timur Tengah terlihat pada mimbarnya yang berbentuk kubah. Masjid yang terletak di Kampung Beting, Kelurahan Dalam Bugis, Kecamatan Pontianak Timur ini, kemudian disempurnakan oleh sultan-sultan berikutnya hingga menjadi seperti sekarang.
Seiring berjalannya waktu pada masa Sultan Pontianak ke-6 Syarif Muhammad Alkadrie memerintah dari tahun 1895-1944 datanglah jepang. Menurut Kalsum saat dirinya berumur 3 tahun terjadi pembunuhan keluarga kesultanan pontianak.
Karena pembunuhan masal itu menurut Simon sulit mendapatkan bukti-bukti sejarah Pontianak. “Karena kebanyakan bukti peninggalan sejarah pontianak banyak di bawa belanda. Untuk mendapatkan keterangan sejarah kita harus mengirimi surat ke belanda,” tuturnya.
Ditempat terpisah kalsum mengungkapkan bangunan keraton sudah banyak mengalami kerusakan. “ Atapnya banyak yang bocor. Tahun depan rencananya keraton akan direnovasi atas kerjasama dengan walikota. Namun renovasi yang dilakukan tidak mengubah bentuk bangunan,” katanya.
Hal senada juga di ungkapkan Soedarto. Menurutnya kawasan itu rencananya akan dijadikan cagar budaya. “ Renovasi yang dilakukan jangan sampai mengubah konstruksi bangunan,” jelasnya.
Menurutnya bangunan keraton dan masjid sudah banyak berubah. “yang masih asli peninggalan sejarahnya ialah atap masjid, lantai keraton dan bentengnya saja,”katanya. Ia berharap cagar budaya tersebut perlu ditata dari kekumuhan pasar rakyat.[]

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Lady Gaga, Salman Khan