Thank's For

Krisis Listrik, Sampai Kapan …..…..?


Masalah listrik merupakan dilema bagi semua. Krisis yang berkepanjangan dan tak kunjung usai. Kurangnya pasokan listrik berdampak terhadap segala aspek kehidupan. Kebijakan energi di masa lalu yang tidak berorientasi kepada kebijakan untuk masa depan dan kerangka kebijakan yang tidak jelas dalam mendorong investasi swasta di sektor ketenagalistrikan ini merupakan masalah utama yang harus dicari solusinya secepat mungkin. Krisis ini belum akan teratasi dalam beberapa tahun kedepan jika belum ada tindakan yang nyata dari pemerintah maupun PLN itu sendiri, mengingat energi yang digunakan juga terbatas.
Dilihat dari sisi keseimbangan permintaan dan suplai listrik terhadap masyarakat, suplai pasokan listrik belum memenuhi permintaan masyarakat, masih banyak yang menunggu giliran untuk mendapatkan listrik yaitu sebesar 24.825 kVA selama 2007. Hal ini disebabkan karena tidak adanya penambahan kapasitas pembangkit baru yang signifikan. Sampai saat ini pembangkit listrik yang sudah tua merupakan tiang utama dalam mensuplai listrik kepada masyarakat Padahal dengan semakin laju tingkat kebutuhan masyarakat akan pasokan listrik, tentu saja pembangkit yang lama tidak bisa memenuhi kebutuhan tersebut.

Tentu saja beban ini tidak hanya ditimpakan kepada PLN. Pemerintah juga turut bertanggung jawab dalam menyelesaikan masalah kelistrikan. Bagaimana cara pemerintah dalam mengajak investor untuk berinvestasi dalam kelistrikan Negara. Namun, parahnya meskipun berbagai hal sudah dilakukan pemerintah dalam insentif dan pembenahan regulasi, investor swasta juga tidak kunjung berinvestasi.

Berdasarkan kajian sejumlah lembaga, beberapa faktor yang dapat menarik investor untuk masuk ketenagalistrikan adalah pertumbuhan permintaan, laju elektrifikasi, kompetitif tidaknya struktur tarif, potensi keuntungan ( ROI, return of investment ), tingkat risiko, keterbukaan pasar, fundamental jangka panjang dan stabilitas politik dan demokrasi.

Investor menginginkan kepastian tentang tarif. Sedangkan struktur tarif yang sekarang ini tidak didukung oleh Undang-Undang kelistrikan yang benar. Dan tidak adanya kerangka kebijakan yang jelas ( regulatory framework ). Dalam Undang-Undang kelistrikan Nomor 2 Tahun 2002 menginginkan tarif listrik tetap ditentukan oleh pemerintah, namun harga BBM untuk pembangkit diserahkan pada mekanisme pasar. Hal inilah yang membuat investor enggan untuk berinvestasi dalam kelistrikan.

Tidak masuknya investasi ini mengakibatkan struktur industi kelistrikan tetap di dominasi oleh PT PLN yang tidak efisien dan tidak mampu menjadi pelopor ekspansi pembangunan kelistrikan karena kesulitan dalam keuangan. Selain masalah internal PLN itu sendiri, keterpurukan ini juga ditambah dengan kebijakan dari pemerintah yang kontradiktif dan terlambatnya subsidi kepada PLN sehingga PLN terlambat membeli pasokan BBM ke Pertamina ataupun Gas kepada PGN, sehingga pelayanan PLN terhadap masyarakat juga ikut terganggu. Konsekuensinya dari kondisi ini, usaha untuk meningkatkan pasokan listrik dan permintaan akan suplai listrik juga terkendala. 

Krisis listrik ini merupakan gambaran dari krisis energi. Indonesia yang merupakan salah satu penghasil minyak bumi terbesar di dunia seharusnya mampu untuk memenuhi kebutuhan energi masyarakatnya. Namun, kenyataan yang terjadi, Indonesia sangat bergantung terhadap luar negri. Kondisi ini merupakan kegagalan dalam pengelolaan sumber energi yang tidak bervisi jauh kedepan.

Kelangkaan BBM sudah dirasakan lama sekali, namun upaya untuk program konservasi dan diversifikasi energi masih belum terlihat realisasinya. Padahal banyak energi alternatif yang berguna untuk mengganti energi yang terbatas.

Jika kita melihat masalah yang terjadi, peneyebab utama kelangkaan listrik di kalbar ini adalah ketergantungan yang sangat besar pada sumber energi yang mahal. Hampir 90 % pembangkit listrik masih menggunakan minyak, gas, dan batu bara. Akibatnya, ketika harga BBM melonjak, biaya pembangkitan juga ikut mahal dan menjadi tidak efisien sehingga tidak mencukupi suplai listrik kepada masyarakat.

Kebijakan energi yang murah karena mendapat subsidi dari pemerintah. Inilah yang membuat program- program pengembangan listrik di daerah-daerah juga menggunakan sumber energi yang mahal. Sehingga energi yang melimpah didaerahnya tidak digunakan dengan optimal. Hal ini berdampak terhadap keuangan pemerintah, tentu saja menambah pengeluaran yang seharusnya bisa dialokasikan kepada kebutuhan lain dalam mensejahterkan masyarakat.

Untuk konservasi dan diversifikasi energi nasional ini masih jalan ditempat. Contoh saja untuk bioetanol, banyak petani yang sebelumnya sudah semangat-semangatnya menanam jarak pagar karena manfaat ekonomisnya, harus mengendor begitu saja tanpa ada tindak lanjut di lapangan. Program tersebut hilang begitu saja.

Bagaimana bisa pertumbuhan ekonomi ditingkatkan, kalau masalah listrik saja belum bisa diatasi sampai sekarang. Menurut Kepala PLN Cabang Pontianak Indradi Setiawan, selama ini pertumbuhan produksi listrik tidak mampu mengimbangi pertumbuhan ekonomi dan konsumsi listrik, maka pemadaman bergilir akan tetap dilakukan, dan mengharapkan masyarakat untuk menghemat kebutuhan listrik tersebut. Namun apakah penghematan akan bisa terealisasi dilapangan ?

Dalam mengatasi masalah krisis kelistrikan ini tentu saja tidak hanya membangun pembangkit atau jaringan transimisi dan distribusi saja. Kebijakan yang inovatif untuk mengembangkan energi alternatif yang melimpah disetiap daerah. Termasuk dalam mendorong inisiatif-inisiatif dalam pembangunan kelistrikan yang berbasis masyarakat dan bertumbuhnya gerakan swasembada listrik diwilayah-wilayah yang mempunyai sumber energi alternatif yang belum digunakan.


Pembangkit baru….?

Jika dilihat dari kondisi kelistrikan sekarang, kondisi PLN dalam keadaan panas tinggi, karena selalu mengalami kerugian sebesar Rp 29 Milyar Perbulan, khususnya PLN Cabang Pontianak. Dan hal inilah membuat PLN hanya sekedar bermimpi jika ingin membangun pembangkit listrik yang baru. Akibatnya panjangnya antrian masyarakat yang nenunggu untuk berlangganan listrik dan bakal lama untuk terwujud.

Nyaris tidak ada penambahan pembangkit listrik yang baru sejak krisis melanda Indonesia. Sedangkan, jika dilihat dari sisi pertumbuhan ekonomi yang semakin pesat, ditambah lagi dengan lajunya pertumbuhan penduduk, maka makin bertambah juga beban akan kebutuhan listrik.

Jika ada pertambahan pembangkit yang baru tersebut, secara tidak langsung semakin bertambah pula pasokan bahan bakar untuk mesin pembangkit tersebut, dan hal ini menimbulkan masalah baru. Mesin pembangkit yang lama saja masih kurang dalam hal pasokan bahan bakarnya, apalagi jika ditambah dengan pembangkit baru. Belum lagi kalau terdapat kenaikan dari harga kenaikan minyak dunia, ini akan menambah beban operasional PLN.

Kurangnya pasokan bahan bakar minyak ini dapat berakibat menurunnya kemampuan mesin dalam membangkitakan daya listrik. Pada saat daya tersebut berkurang, otomatis pasokan listrik kepada konsumen juga berkurang. Dan tidak ada pilihan lain , kecuali dilakukan pemadaman secara bergilir agar pada saat beban puncak tetap tercukupi. Menurut data PLN, beban puncak tertinggi di Pontianak ini adalah 118/92 MW. Namun daya yang mampu dihasilkan seluruh pembangkit PLN hanya mampu menghasilkan pasokan listrik sebesar 82 MW .

Menurut Usman Gani, pada saat supply BBM kurang, hal ini menjadi tanggung jawab pemerintah. Selain krisis BBM, krisis tenaga juga menjadi ladang bisnis bagi pihak swasta yang merugikan PLN. Beberapa pihak memanfaatkan kekurangan tenaga pembangkt listrik dengan mengadakan dan menyewakan pembangkit kepada pihak PLN. “Oleh karena kondisi yang seperti ini, sebaiknya kita jangan berorientasi dengan BBM, coba cari dan usahakan potensi alternatif, ” jelas Usman Gani saat di temui di ruang kerjanya, PD III Fak.Tekhnik. Usman Gani juga mangatakan, meski di akui, untuk pengadaaan pembangkit listrik tenaga lain, air contohnya membutuhkan biaya yang sangat besar, namun itu lebih baik ketimbang terus terusan tergantung dengan pihak lain yang juga tanpa sadar membutuhkan biaya yang besar. “Setiap tahunnya kebutuhan manusia akan listrik semakin besar, jika tidak di imbangi dengan penambahan kapasitas, maka krisis listrik akan semakin parah,” ungkapnya. “Memang untuk mengadakan pembangkit listrik seperti tenaga air akan membutuhkan biaya yang mahal pada pembangunan bendungannya, tapi itu sekaligus. Setelah itu paling hanya biaya pemeliharaan saja yang di perlukan. Dari pada terus- terusan menyewa tenaga, sampai kapan?,” tambahnya

Pada dasarnya tak di pungkiri bahwa harga beli bahan baku oleh PLN lebih besar dari pada harga jual listrik itu sendiri ke Masyarakat. “Selama ini kita mengalami kerugian, untung saja di tutupi oleh subsidi BBM dari pemerintah, jika tidak sudah dapat di pastikan masyarakat akan tertekan oleh harga listrik yang mahal,” jelas Indriadi. Di tanya mengenai program yang di lakukan oleh PLN menyikapi kekurangan tenaga pembangkit, Indriadi mengatakan hanya bisa berusaha melakukan efisisensi dengan melakukan pemadaman bergilir. 


Perawatan

Secara umum, pemadaman terjadi karena direncanakan atau spontan. Direncanakan karena pemeliharaan rutin mesin pembangkit dan saluran udara ( kabel ) tegangan. Spontan karena gangguan pada alat-alat dan pembangkit, tersendatnya pasokan bahan bakar, dan pemakaian secara berlebihan oleh pelanggan. Biasanya pemadaman yang dilakukan secara sengaja itu pada saat terjadi beban puncak yaitu sekitar pukul 18.00 WIB, sedangkan pemadaman yang tidak disengaja karena kerusakan alat ataupun gangguan dari eksternal, salah satunya tali klayangan yang dapat menganggu sehingga mengakibatkan pemadaman listrik diluar beban puncak.

Pembangkit listrik yang menggunakan solar membuat mesin cepat rusak. Saringan atau filter harus diganti setiap hari. Sedangkan untuk pemakaian gas, saringan hanya diganti satu bulan sekali. Selain itu, pembangkit listrik harus sering dirawat, dan ketika perawatan itu dilakukan dapat menyebabkan penurunan dari daya listrik yang dihasilkan sehingga pemadaman juga tidak dapat dihindari.

Idealnya usia sebuah pembangkit listrik tenaga gas atau uap maksimal 20-25 tahun, dan pembangkit tenaga diesel maksimal berusia 20 tahun. Sementara pembangkit tenaga air bisa bertahan maksimal 30-40 tahun. Apabila usia pembangkit di atas batasan usia maksimal, kebutuhan bahan bakarnya terus meningkat, sedangkan produksi listriknya makin berkurang.

Tidak banyak orang tahu, untuk mengoperasikan pembangkit tua selama 24 jam, PLN merugi miliaran rupiah perbulan. Kerugian ini disebabkan karena harga jual listrik kepada konsumen hanya Rp 612 per kWh. Sedangkan HPP rata-rata tahun 2007 adalah sebesar Rp 2.350 per kWh. Artinya PLN harus menanggung kerugian sebesar Rp 1.738 per kWh. Kerugian ini juga semakin diperparah dengan usia pembangkit yang sudah tidak layak pakai, apalagi jika terjadi gangguan, yang menurunkan produksi listrik dan kebutuhan bahan bakar yang juga semakin banyak.

Usia pembagkit listrik yang sudah tua berdampak terhadap perawatan yang intensif. Seharusnya, jika perawatan diperlukan untuk pembangkit tua, harus terdapat pembangkit cadangan yang baru agar tidak terjadi pemadaman, namun hal ini sulit dilakukan karena tidaknya adanya pembangunan pembangkit yang baru dan usia semua pembangkit semuanya sudah tua. 


Dampak pemadaman

Keterbatasan pasokan listrik tersebut berdampak dalam segala aspek kehidupan. Kegiatan yang didominasi oleh listrik ini tentu saja sangat bergantung terhadap ketersediaan pasokan listrik tersebut. Karena, jika pasokan listrik tidak mencukupi kebutuhan, kegiatan produksi juga ikut terganggu. Bahkan sulit untuk menarik investor untuk berinvestasi. Masalah inilah yang selalu memenjarakan kreativitas anak bangsa dalam menciptakan sesuatu yang baru, yang mana belum ada solusi yang terbaik sampai sekarang.

Dampak ini tidak hanya membelenggu kegiatan produksi, yang lebih merasakan dampaknya adalah perumahan kompleks yang baru. Mereka kesulitan untuk mendapat sambungan listrik, akibatnya rumah mereka tetap menggunakan alat penerangan alternatif. 

Kurdi, karyawan dari Alif Qua hanya bisa pasrah, saat pemadaman bergilir tetap dilakukan, omzet dari pengisian ulang air galon berkurang karena waktu pemadamannya sangat lama, berkisar 4-5 jam, bahkan pernah sampai setengah harian listrik mati. Hal ini membuat sedih Kurdi, karena uang setoran kepada atasan juga ikut berkurang, “ kadang-kadang malu juga mbak, kalau setorannya sedikit, gak enak sama Bapak. Tapi untung saja, upah saya dibayar perbulan, tidak dihitung berdasarkan besarnya setoran yang diberikan” Tutur kurdi sambil mengisi ulang air dari konsumen sambil tersenyum.

Kepasrahan ini juga dirasakan sama oleh……….. yang memiliki warung internet. Menurutnya, percuma saja ngomong, tapi tetap saja tidak di dengar. Mereka mengerti permasalahan listrik yang sebenarnya, tapi yang dikesalkan adalah pemadaman di luar jadwal. Karena dapat menyebabkan kerusakan alat. Apalagi komputer yang sangat rentan rusak. Kalau misalnya diberitahukan , kita bisa mengantisipasi agar tidak terjadi kerusakan.

Leo Agung, yang mempunyai rental komputer juga mengeluhkan hal yang sama. Turun naiknya tegangan listrik juga berdampak buruk pada komputernya, sudah komputer saya hanya sedikit, ditambah kerusakan. Selain itu juga pemadaman diluar jadwal juga sangat mengganggu aktifitasnya. Seharusnya PLN lebih bisa mengefisienkan energi yang ada, misalnya saja menindak tegas pencurian tegangan listrik oleh masyarakat. Karena masih banyak di luar sana yang memanipulasi meteran yang ada di rumah. Banyak kejahatan yang dilakuakan, misalnya megatur meteran sendiri, atau bahkan memperlambat jalannya meteran listrik. Selain itu, petugas operasionalnya juga kadang kadang tidak mau tahu, artinya membiarkan saja hal ini dilakukan, yang penting penggunaan sudah dicatat. Seharunya petugas operasionalnya juga bisa langsung memberitahukan pelanggaran yang ada dilapangan. Agar PLN dapat mengehemat energi yang digunakan dan supaya tidak selalu merugi.

Kebanyakan masyarakat sudah cukup mengerti dengan permasalahan yang terjadi di PLN sendiri, mereka memaklumi dengan pemadaman bergilir, itu merupakan konsekuensi yang harus ditanggung oleh mereka karena kurangnya energi, dan mahalnya biaya operasionalnya. Akan tetapi, samapai kapan kita terus-terusan krisis energi, padahal Indonesia merupakan salah satu Negara yang mempunyai sumber energi terbesar di dunia.


Pemasangan Listrik Mahal

Siapa yang menyangka, ternyata di kota besar dan semaju Pontianak masih banyak masyarakat yang belum bisa menikmati fasilitas listrik. Gedung gedung mewah dan megah yang menjulang dan memecahkan kegelapan pada malam hari ternyata hanya gambaran kemakmuran untuk yang makmur. Sementara di pinggir gedung- gedung tersebut masih banyak tempat tinggal masyarakat yang gelap gulita dan hanya di terangi satu buah lampu sambungan yang redup. Masyarakat di jalan Harapan Jaya merupakan contoh salah satu kebobrokon pembangunan di kota besar. Masih banyak masyarakat yang belum mendapatkan listrik di daerah tersebut. Selain harus mengantri menunggu pemasangan dari PLN juga karena biaya pemasangan yang cukup mahal. Untuk memasang listrik di setiap gang, harus membeli tiang listrik dengan harga kurang lebih 3 jutaan. 

Kurangnya pemerataan dalam distribusi kelistrikan, khususnya di daerah kota Pontianak. Masih banyak masyarakatnya yang belum merasakan pembangunan, khususnya dalam bidang kelistrikan. Kalau hal ini terus dibiarkan, akan banyak akibat buruk yang didapatkan, misalnya saja untuk pendidikan si anak. Mereka harus belajar diantara cahaya yang remang-remang, padahal mereka adalah generasi penerus bangsa, masa depan Negara ini mungkin ada di salah satu tangan mereka.[Eka & Wanty]

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Lady Gaga, Salman Khan