By : Jumardi Budiman
Matahari sudah berada di ufuk barat ketika saya
menginjakkan kaki di Bandara Raden Intan, Tanjung Karang, Lampung. Ini kali
pertama saya melakukan perjalanan jauh hingga ke pulau Sumatera seorang diri.
Perjalanan ini, dalam rangka mengikuti Pelatihan Jurnalistik Mahasiswa Tingkat
Lanjut (PJMTL) se-Indonesia yang diselenggarakan oleh Unit Kegiatan Pers
Mahasiswa, Sekolah Tinggi Agama Islam Negri, Jurai Siwo Metro, Lampung, dari
hari Selasa hingga Sabtu, mulai tanggal 11 hingaa 15 Agustus 2009.
Karena kegiatan baru dimulai keesokan harinya,
saya memutuskan menginap di rumah pak Jalil, seorang kenalan yang pernah datang
ke Pontianak. Cukup lama aku menunggu di bandara, jaraknya cukup jauh dari
rumah Pak Jalil, sekitar 50 KM, kira-kira butuh 1 jam bia menggunakan sepeda
motor. Rumah Pak Jalil sendiri terletak di Desa Bawang Putih, Kabupaten Lampung
Timur yang berjarak 20 KM dari kota Metro, tempat pelatihan yang akan saya
ikuti. Ada yang menarik dari tempat ini, yakni sebagian besar penduduk Lampung
Timur dan kota Metro ternyata transmigran dari Jawa yang telah mendiami daerah
itu selama puluhan tahun. Maka, jangan heran jika bahasa sehari-hari masyarakat
di sini adalah bahasa Jawa.Bahkan selama pelatihan saya hanya menjumpai satu
orang penduduk asli Lampung. Menurut keterangan Pak Jalil, penduduk asli
Lampung banyak yang tinggal di daerah pesisir pantai sehingga jarang dijumpai
di Kota Metro.
Hari pertama
Keesokan harinya saya diantar oleh Pak Jalil
menuju Sekolah Tinggi Agama Islam Stain (STAIN) Jurai Siwo Metro. Kedatangan
saya langsung disambut ramah oleh panitia, agenda pertama ialah mengikuti
teknikal meeting di sekretariat LPM Kronika yang masih dalam kawasan STAIN.
Ternyata di sekretariat itu, para peserta dari LPM lain telah berkumpul. Jumlah
peserta pelatihan kali ini sebanyak 18 orang, utusan dari 9 LPM se-Indonresia. Kegiatan
hari pertama hanya diisi dengan perkenalan antar peserta dan panitia serta
pembacaan tata tertib selama pelatihan. Selama kegiatan berlangsung para
peserta diberikan fasilitas berupa penginapan yang jaraknya sekitar 1 KM dari
kampus STAIN, makanan dan minuman serta layanan antar jemput.
Hari kedua
Dimulai dengan upacara pembukaan dan seminar
nasional yang bertempat di gedung serbaguna STAIN dengan tema ”Masyarakat,
Pemerintah, Pers Dan Demokrasi”. Pembicara dalam seminar itu adalah Djajat
Sudrajat (Lampung Post), Juhendra
(Aliansi Jurnalis Independen) serta ketua STAIN Jurai Siwo Metro, Syarifudin
Ba’asar. Seminar yang
berlangsung selama satu jam itu dibuka dengan pagelaran tarian daerah Lampung.
Saya cukup terkesima melihat gerakan yang dibawakan penari yang berbusana
pakaian adat Lampung itu. Adapun masalah yang diangkat dalam seminar itu ialah
independensi insan pers, baik pers kampus maupun wartawan umum dalam
melaksanakan tugas jurnalis, yakni menyampaikan kebenaran yang memang pantas
untuk diketahui masyarakat.
”Jangan sampai wartawan kampus terkalahkan oleh
otoritas dosen dan birokrasi kampus yang tidak berpihak kepada mahasiswa.”
ungkapnya ketika menjawab pertanyaan salah satu peserta seminar.
Seusai istirahat dan sholat, para peserta
melakukan kunjungan ke surat kabar lokal yakni Tribun Lampung yang berada di
Bandar Lampung. Dalam kunjungan itu, peserta diajak berkeliling dan melihat
langsung proses percetakan, dari mulai pengumpulan berita, editing, lay-out dan
pencetakan naskah menjadi koran. Selain itu, peserta juga dapat berdiskusi
dengan pimpinan redaksi. Rencananya kegiatan akan dilanjutkan dengan kunjungan
ke media lain yakni Radar Lampung, namun karena suatu kendala, maka rencana itu
dialihkan dengan mengunjungi pameran pembangunan provinsi Lampung yang
menyajikan barang-barang kerajinan dan makanan khas dari masing-masing
Kabupaten / kota.
Hari ketiga
Mendengarkan materi manajemen investigasi Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sisampaikan oleh Iman Tarmudi dan Sulastri
Putri dari KPK Pusat. Kami diberikan penjelasan tentang mekanisme investigasi,
mulai dari penerimaan laporan, pengumpulan informasi, pengintaian oleh petugas
yang menyamar, penangkapan tersangka hingga proses persidangan, kami juga
diberikan buku saku cara pencegahan korupsi lengkap dengan teknis pelaporan
kasus korupsi yang terjadi di masyarakat.
Setelah istirahat sejenak, kami kembali diajak berdiskusi.
Kali ini oleh Bekti Nugroho
dari dewan pers. Diskusi ini menyampaikan peran masyarakat bagi dunia pers di
Indonesia. Ia menceritakan seputar pengalamannya selama berkecimpung di dunia
pers. Setelah dipersilahkan bertanya, tak ingin menyia-nyiakan kesempatan, saya
dan beberapa peserta lain langsung merespon dengan bertanya dan memberikan sanggahan
terhadap ideologinya yang tidak relevan dengan pemikiran kami sebagai
mahasiswa. Suasanapun semakin marak karena peserta terpecah menjadi dua kubu,
antara setuju dan tidak atas pemikiran Bekti, dan kami tetap bertahan dengan argumen
masing-masing. Perdebatan antar insan pers kampus se-Indonesia itupun
dihentikan oleh panitia karena waktu yang tidak memungkinkan. Bagi saya,
perdebatan semacam itu semata-mata dimaksudkan untuk melatih cara pandang kami
sebagai insan pers terhadap permasalahan di kampus dan masyarakat Indonesia
saat ini.
Materi selanjutnya
ialah pembahasan jurnalisme satrawi oleh Basilius Triharyanto dari Yayasan
Pantau. Namun materi yang disampaikan lebih mengarah pada cara penulisan
Feature dan tulisan Deskriptif. Kontan saja hal ini membuat saya dan peserta
lain sedikit kecewa. Kekecewaan kami bertambah saat agenda praktik lapangan dan
penulisan dibatalkan. Akhirnya, agenda yang dijadwalkan sampai pukul 22.00 WIB
hanya berlangsung sampai pukul 18.00. Saat malam hari saya dan peserta lain
lebih memilih untuk berdiskusi tentang keadaan LPM masing-masing.Ternyata
hampir semua LPM memiliki permasalahan yang sama, yakni kekurangan kader-kader
yang benar-benar siap menjadi wartawan kampus.
Hari keempat
Manajemen usaha dan pengolahan data penelitian /
pengembangan oleh Tomy Wibowo dan Harianto Santoso dari Kompas, menjadi materi
pembuka pada hari keempat pelatihan. Tomy Wibowo menjelaskan tentang teknik
marketing koran kompas dan Hariyanto Santoso memberikan pelatihan tentang cara
mengumpulkan data dari responden yang kemudian diolah dan diberitakan lewat
media. Saya dan peserta lain cukup terhibur dengan gaya penyampaian keduanya
yang santai, apalagi Tomy sempat memberikan kuis dengan hadiah kaos dan tiket
nonton di sela-sela materi.
Materi
penutup adalah manajemen redaksional dan teknik investigasi ala Tempo oleh
Bagja Hidayat dari majalah Tempo, dimana beliau juga lebih banyak berbagi
pengalaman selama menjadi wartawan serta berdiskusi dengan peserta. Beliau juga
memaparkan teknik dan etika ketika melakukan investigasi tentang suatu peristiwa
yang akan dijadikan berita.
”Jangan sampai wartawan mengabaikan kode etik
jurnalis ketika melakaukan liputan, apapun alasannya” tandas Bagja.
Pada hari terakhir setelah upacara penutupan, kami
diajak mengunjungi pusat pelatihan gajah di Way Kambas. Perjalanan dari kampus
STAIN Metro ke Way Kambas memakan waktu sekitar satu setengah jam. Saat tiba di pintu gerbang, saya sedikit
heran karena tidak ada seekor gajah pun yang melintas. Rupanya, pusat pelatihan
gajah yang sesungguhnya masih berjarak 11 KM dari pintu masuk. Karena kami
mengunjungi pusat pelatihan Way Kambas pada hari Sabtu, pengunjung yang hadir tidak
begitu ramai sehingga atraksi gajah yang kami nanti-nantikan pun batal
dilaksanakan.Untuk megobati kekecawaan, beberapa peserta lain memutuskan untuk
menunggangi gajah dengan membayar tarif Rp 12.000 per orang untuk sekali
keliling lapangan yang luasnya sekitar 100 m2. Saya sendiri lebih
memilih untuk berkeliling dan megabadikan gajah-gajah tersebut dengan kamera
saya. Di pusat pelatihan gajah itu juga terdapat kolam pemandian gajah berupa
sungai kecil yang dibendung digunakan untuk membersihkan sekitar 60 ekor gajah
yang telah dijinakkan.
Sebenarnya, ingin rasanya saya berlama-lama menikmati keindahan kota yang
cukup asri ini. Namun, karena waktu pelatihan sudah selesai saya harus segera
beranjak pulang ke Pontianak dengan membawa oleh-oleh pengalaman dan ilmu yang
saya dapat selama berada di Kota Metro. Semoga di lain waktu saya dapat kembali
mengunjungi kota ini. Amin.
0 komentar:
Posting Komentar